Tak Ada Transparansi Data, Petisi Menolak Vaksin Covid-19 'Setengah Jadi' Beredar di Media Sosial

19 Oktober 2020, 10:38 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19 /Pexels/RF._.studio

PR DEPOK - Baru-baru ini beredar petisi yang bertajuk tolak keras vaksin setengah jadi tanpa transparansi data yang jelas ditujukan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Petisi ini diinisiasi oleh seorang dokter dan peneliti yang berkecimpung dalam riset kedokteran, Yohanes Cakrapradipta Wibowo.

"Saya sangat prihatin dengan disinformasi yang disebarkan serta keputusan terburu-buru yang dilakukan oleh pemerintah tentang pengadaan vaksin serta rencana vaksinasi besar-besaran pada bulan November atau Desember tahun ini," kata Yohanes dalam petisi di laman Change Org, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari laman RRI.

Baca Juga: Demi Realisasi Target 100 Persen, BSB Tahap III dipercepat Kemensos

Menurut Yohanes, seluruh vaksin dari Tiongkok yang didatangkan yakni Sinovac, G42/Sinopharm, dan CanSino Biologics, belum ada yang lolos uji klinis fase III.

Sehingga belum ada lembaga otoritas seperti Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang merekomendasikan penggunaan vaksin-vaksin tersebut.

Ia menambahkan, alasan pembenaran dengan Emergency Use Authorization (EUA), berpotensi menjadi masalah dan tidak bisa dijadikan legitimasi mutlak.

Baca Juga: Joe Biden Janji Cabut Larangan Muslim ke AS dan Libatkan Muslim Amerika Duduki Kursi Pemerintahan

Apalagi jika menggunakan EUA yang dikeluarkan oleh negara lain tanpa ada analisis data dan pertimbangan yang matang.

Yohanes melanjutkan, sebagai contoh di Amerika Serikat saat EUA untuk obat Hidroksiklorokuin yang dipromosikan oleh Presiden Donald Trump, tiba-tiba diterbitkan oleh Food and Drug Administration (FDA) tanpa ada penjelasan ilmiah yang logis.

"Akhirnya bukti riset terbaru (solidarity trial) menunjukkan obat ini tidak bermanfaat," kata Yohanes.

Baca Juga: Peneliti Temukan Sejumlah Kasus Infeksi, Waspada Wabah Norovirus di Indonesia

Dalam laman Change Org, Yohanes menulis, vaksin setengah jadi ini berpotensi dapat menimbulkan masalah baru jika muncul efek yang tidak diinginkan dari vaksin tersebut.

Khususnya yang menjadi sorotan adalah tenaga medis, yang menjadi salah satu prioritas utama pemberian vaksin.

"Padahal sektor kesehatan sudah terpukul hebat saat pandemi ini," ujar Yohanes.

Alasan-alasan tersebut yang membuat ia menolak keras pada pemberian vaksin setengah jadi ini tanpa transparansi data yang jelas.

Baca Juga: Dukung Kemenangan Khabib Nurmagomedov, Cristiano Ronaldo: Insya Allah Saudara Saya Menang

Yohanes mengungkapkan pemerintah harus didesak agar melakukan transpatansi data mengenai hasil riset vaksin-vaksin tersebut, yang dapat diakses oleh peniliti independen dan masyarakat

Hingga saat ini, belum ada publikasi riset vaksin-vaksin tersebut, bahkan hasil sementara sekalipun tidak ada.

"Penolakan keras terhadap penggunaan vaksin sebagai jalan pintas untuk menutupi kegagalan pemerintah dalam penanganan berbasis kesehatan masyarakat (3T dan 3M) selama ini," tutur Yohanes.

Yohanes menambahkan, skandal EUA di Amerika Serikat harusnya menjadi pelajaran supaya Pemerintah Indonesia tidak latah untuk melakukan tindakan tanpa pertimbangan matang yang melibatkan para ahli.

Baca Juga: Luncurkan Program Vaksinasi Covid-19 dari 3 Negara, Epidemiolog Minta Pemerintah Tak Gegabah

"Skandal EUA tersebut menunjukkan terlibatnya pihak seperti politisi yang tidak berkompeten dalam bidang riset kesehatan yang ikut-ikutan melakukan pernyataan tentang sains dan riset dapat berpotensi menimbulkan bencana lebih lanjut selain dari masalah pandemi itu sendiri," ujar Yohanes.

Di laman Change Org, ia pun menegaskan mengenai kegagalan Pemerintah yang sudah tercatat selama ini mulai.

Seperti, penggunaan rapid test antibodi untuk skrining dan prosedur diagnosis, padahal hal tersebut sudah ditentang ahli dan lembaga otoritas seperti WHO.

Selain itu, tantangan balik pada riset Profesor dari Harvard hingga klaim Presiden Jokowi tentang sudah ditemukannya obat Covid-19 (avigan dan korokuin), seharusnya tidak boleh diulang terus menerus.

Terlebih ditambah dengan kapasitas tes yang stagnan selama 7 bulan penanganan pandemi Covid-19, serta kemampuan pelacakan kasus yang juga jauh dari kata optimal.

Yohanes mengungkapkan, vaksin bukanlah jalan pintas dan sejata ajaib yang mampu menghilangkan Covid-19 dengan begitu saja

Penting juga adanya penanganan berbasis kesehatan masyarakat melalui testing, tracing, isolate dan treatment adalah prioritas utama saat ini.

"Kami tidak anti vaksin. Kami anti vaksin yang belum tentu aman dan efektif," tuturnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler