Terkait Kasus Korupsi Edhy Prabowo, KPK Masih Dalami Dugaan Aliran Dana ke Pihak Lain

- 26 November 2020, 09:50 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengenakan baju tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 25 November 2020.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengenakan baju tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 25 November 2020. /Indrianto Eko Suwarso/Antara
 
PR DEPOK - Pada Rabu, 25 November 2020, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan sejumlah orang lainnya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 
 
Setelah itu, dalam perkara tersebut, KPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka karena diduga telah menerima suap dari beberapa perusahaan yang mendapatkan izin ekspor benih lobster. 
 
Hingga kini KPK masih mendalami dugaan aliran dana yang mengalir ke pihak lain seperti partai atau penerimaan dan perusahaan lain dalam kasus dugaan suap terkait perizinan usaha budidaya lobster tersebut. 
 
 
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di gedung KPK Jakarta, pada Kamis 25 November 2020. 
 
"Tidak tertutup kemungkinan pengembangan selanjutnya pada tahapan selanjutnya bisa saja ada penambahan," kata Nawawi.
 
Diketahui Edhy menerima suap dari perusahaan yang mendapat izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9.8 miliar. 
 
 
"Apakah ada 40 perusahaan dengan total uangg Rp9.8 miliar atau beberapa perusahaan belum dapat disimpulkan, tapi dari tahapan pemeriksaan saat ini didapat kesimpulan uang itu berasal dari berbagai perusahaan yang tidak terputus," ucap Nawawi seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara pada Kamis, 26 November 2020.
 
Lalu, Deputi Penindakan KPK, Karyoto dalam konferensi pers juga mengatakan bahwa untuk mendalami aliran dana dari dan ke pihak lain membutuhkan waktu. 
 
"Karena yang kita tampilkan malam ini baru satu kejadian pintu masuk. Kan ada beberapa perusahaan yang ada. Kita list berapa perusahaan dan dari perusahaan ini flow alirannya jelas. Kami akan perdalam koordinasi PPATK sampai mana alirannya," ucap Karyoto. 
 
 
Dia mengungkapkan bahwa KPK akan memanggil saksi-saksi, baik dari internal KKP maupun pihak lain untuk membantu mengungkap kasus ini. 
 
"Besok atau lusa kami akan mulai pengembangan-pengembangan karena hasil-hasil transaksi dari sisi perbankan akan ketahuan saat transaksinya. Kalau dilihat dari transaksinya dari kartu ATM, kita lihat akan dikembangkan dari profil awal yang sudah menjelaskan pelaku-pelaku dalam aliran dana itu," ujarnya menambahkan.
 
Lebih lanjutnya, uang yang masuk ke rekening PT Aero Citra Katro (ACK) yang saat ini menjadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACT yaitu ke Ahmad Bahtiar dan Amiril Mukminin dengan total Rp9.8 miliar. 
 
 
Lalu Ahmad Bahtiar pada 5 November 2020 mentransfer ke rekening staf istri Edhy yang bernama Ainul Faqih sebesar Rp3.4 miliar.
 
Uang sebesar Rp3.4 miliar tersebut diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, Safri dan APM yang dipergunakan untuk belanja barang-barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu Amerika Serikat (AS). 
 
Belanja tersebut diketahui dilakukan pada 21 sampai 23 November 2020. Terdapat sekitar Rp750 juta, diantaranya berupa jam tangan bermerk Rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy.
 
 
Kemudian, KPK telah menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima. Berikut tersangka tersebut.
 
1. Menteri Kelautan dan Perikanan, EP (Edhy Prabowo), 
 
2. Staf Khusus Menteri KKP, SAF (Safri)
 
3. Staf Khusus Menteri sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence), APM (Andreu Pribadi Misata)
 
4. Pengurus PT Aero Citra Kargo, SWD (Siswandi)
 
5. Staf istri Menteri KKP, AF (Ainul Faqih)
 
6. Sespri Menteri KKP, AM (Amril Mukminin)
 
Selanjutnya tersangka sebagai pemberi, 
1. Direktur PT Dua Putra Perkasa, SJT (Suharjito)
 
 
Keenam orang tersangka sebagai penerima tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana sudah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 
 
Sedangkan tersangka sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah