"Bila betul senjata-senjata yang ditunjukkan Kapolda Metro Jaya Irjen M Fadil Imran dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman adalah senjata milik anggota FPI, maka pembelaan Polri atas jiwa anggotanya yang terancam bisa diterima," tutur Susaningtyas.
Dalam mengusut insiden tersebut, Susaningtyas menyetujui agar pihak terkait segera membentuk tim independen.
Dengan catatan, tim tersebut harus objektif dan diisi oleh para ahli hukum.
Baca Juga: Soal Tembak Mati 6 Laskar FPI oleh Polisi, UAS Ingatkan Pesan Ini dan Minta Komnas HAM Bertindak
"Saya tidak sepakat kalau tim independen terdiri dari orang-orang parpol karena pendapatnya sedikit banyak bersifat politis. Saya rasa anggota tim terdiri pihak independen objektif contohnya seperti para ahli hukum," ujar Susaningtyas.
Susaningtyas juga menegaskan, bahwa komunikasi politik dalam menyelesaikan insiden ini juga harus baik, sehingga tidak ada kesalahpahaman karena tidak semua publik paham tentang hukum.
Dia mengatakan, TNI dan Polri pun harus memiliki pembacaan dalam konteks intelijen bahwa yang terjadi ini siapa tahu merupakan sebuah "tes ombak" (test the water) untuk suatu aksi perlawanan yang lebih besar serta membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca Juga: Kematian 6 Laskar FPI Dinilai Bentuk Pelanggaran HAM, KSP Moeldoko Angkat Bicara
“Oleh karenanya, penanganan terhadap organisasi yang memiliki mazhab intoleran dan radikal harus tegas. Jangan tanggung dan sedapat mungkin terukur. Negara tidak boleh kalah dengan premanisme," ujar Susaningtyas.
Susaningtyas juga meminta pimpinan TNI dan Polri untuk membersihkan prajuritnya dari ideologi menyimpang yang berpihak terhadap intoleransi maupun radikalisme.***