MPR Sarankan Vaksin Covid-19 Boleh Diedarkan Usai Dapat Izin dari BPOM dan MUI

- 16 Desember 2020, 13:13 WIB
Petugas menyemprotkan cairan desinfektan kontainer berisi vaksin Sinovac untuk Covid-19 setibanya, di Kantor Pusat Bio Farma, Bandung, Jawa Barat.
Petugas menyemprotkan cairan desinfektan kontainer berisi vaksin Sinovac untuk Covid-19 setibanya, di Kantor Pusat Bio Farma, Bandung, Jawa Barat. /

PR DEPOK - Anggota MPR RI turut berkomentar terkait 1,2 juta vaksin Covid-19 siap pakai dari perusahaan asal Tiongkok, Sinovac.

Vaksin tersebut boleh diedarkan asal sudah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Anggota MPR RI, Kurniasih Mufidayati mengemukakan dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu, 16 Desember 2020.

Baca Juga: Fosun Pharma Pasok 100 Juta Dosis Vaksin Covid-19 ke Tiongkok Tahun Depan

"Ini harus benar-benar diperhatikan secara serius sebab pemerintah memang bertanggung jawab memastikan keselamatan dan kesehatan rakyat," kata Kurniasih seperti dikutip oleh pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA.

Hal tersebut disampaikannya saat hadir secara virtual pada acara Diskusi Empat Pilar dengan tema "Menanti Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19" di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Kurniasih menjelaskan, EUA disepakati berdasarkan ketetapan yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hasil konsultasi dengan beberapa regulator obat dunia seperti FDA (Amerika Serikat) dan EMA (Eropa).

Baca Juga: Larang Perayaan Tahun Baru 2021, Anies Baswedan Wajibkan yang Masuk Jakarta untuk Rapid Antigen

Menurutnya, EUA bisa dikeluarkan saat pandemi jika vaksin bisa memenuhi persyararatan terkait kelengkapan data seperti laporan menyeluruh uji klinik vaksin fase 1 dan 2, analisis interim fase 3, dan data efficacy (efektivitas) vaksin minimum 50 persen.

"Sedangkan sertifkasi halal dikeluarkan jika vaksin tersebut memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan MUI. Izin-izin tersebut sangat penting, sebab akan memberikan rasa aman serta nyaman kepada masyarakat sehingga diharapkan bisa meminimalisir keengganan dan ketakutan rakyat untuk divaksinasi," ujar Kurniasih.

Kurniasih menjelaskan Komisi IX DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 10 Desember 2020, dihadiri Menteri Kesehatan, Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional, Kepala BPOM dan Dirut Bio Farma terkait vaksin Covid-19.

Baca Juga: Jadi Saksi Kasus Suap, KPK Panggil Pj Sekda Kabupaten Banggai Laut Bersama 5 Orang Terkait Lainnya

Menurut Kurniasih, dalam RDP tersebut muncul fakta bahwa semua perizinan baik itu EUA dan sertifikasi halal belum bisa dikeluarkan, sebab semuanya masih dalam proses.

"Itu artinya vaksin belum bisa atau belum boleh diedarkan di Indonesia. Sebagai Wakil Rakyat, kita prinsipnya menginginkan dan meminta kepada pemerintah untuk menuntaskan dulu semua proses tahap perizinan dan semua sertifikat-sertifikat yang harus dikeluarkan, utamakan keselamatan rakyat kami akan dukung sepenuhnya," imbuh Kurniasih.

Politisi PKS itu juga menekankan, dalam proses pemenuhan semua perizinan tersebut agar transparan dan independen sehingga dirinya mengajak BPOM dan MUI untuk memahami keadaan darurat seperti ini rakyat sangat membutuhkan vaksin agar kehidupan mereka berjalan normal kembali.

Baca Juga: Jelang Libur Akhir Tahun, DPR Minta Pemerintah Tindak Tegas Masyarakat yang Tak Terapkan Prokes

Pada diskusi tersebut, Ketua MUI Pusat Asrorun Niam Sholeh, mengungkapkan bahwa isu keamanan dan kehalalan adalah dua aspek yang memang menjadi komitmen pemerintah dalam upaya awal pencarian dan pengadaan vaksin Covid-19.

Komitmen itu menurutnya, dimulai dari tanggal 27 Agustus dengan munculnya inisiasi dari pemerintah melalui Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin saat menerima pimpinan Bio Farma.

Saat itu menurut Asrorun, Wapres menjelaskan secara khusus mengenai pentingnya aspek kepatuhan syariah di samping aspek keamanan dari pengadaan vaksin.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kabar Kapolda Metro Jaya Lari dan Menolak Diperiksa oleh Komnas HAM

"Hal itu, kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan tim teknis untuk percepatan sertifikasi halal vaksin terdiri dari Kementerian BUMN, Kemenkes, BPOM, MUI dan Bio Farma," ucap Asrorun.

Asrorun menjelaskan dalam perjalanannya, Sinovac secara formal mengajukan permohonan sertifikasi halal sehingga tim pun bergerak cepat dengan melakukan pemeriksaan semua dokumen.

"Setelah semua proses kelengkapan dokumen terpenuhi, maka pada tanggal 15 Oktober 2020, Tim LPPOM MUI, Tim Komisi Fatwa MUI, Tim Kementerian Kesehatan dan BPOM kemudian berangkat ke Tiongkok untuk kepentingan proses auditing lapangan untuk dua tujuan tadi yakni audit aspek keamanan dan juga tujuan aspek kehalalan," kata Asrorun.

Baca Juga: Haikal Hassan Resmi Dilaporkan ke Polisi, FPI Beri Waktu 3 Hari untuk Minta Maaf ke Umat Islam

Menurutnya, setelah melalui karantina mandiri selama dua pekan, tanggal 2-5 November audit kemudian dilaksanakan di Beijing dan tanggal 12 November kembali ke Jakarta lalu melakukan rapat internal untuk mengkaji temuan audit.

Asrorun menjelaskan, pada rapat tanggal 14 Desember dikeluarkan hasil audit yaitu masih ada dokumen penting yang harus disediakan Sinovac.

"Posisi terakhir, Tim Auditor masih menunggu dokumen tersebut untuk dilakukan kajian kembali. Pada intinya, MUI sampai detik ini tetap komit memberikan prioritasnya membahas aspek kehalalan vaksin Covid-19," tutur Asrorun.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x