Dipermasalahkan Komunitas Pers, Lemkapi: Pasal 2d di Maklumat Kapolri Tidak Sasar Karya Jurnalistik

- 2 Januari 2021, 17:25 WIB
Ilustrasi. Lemkapi memastikan Maklumat Kapolri tidak menyasar karya jurnalistik.
Ilustrasi. Lemkapi memastikan Maklumat Kapolri tidak menyasar karya jurnalistik. /Pixabay/mohamed_hassan/

PR DEPOK - Tertanggal 1 Januari 2021, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis telah menerbitkan Maklumat Nomor 1/I/2021 tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, pengunaan simbol, atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Salah satu isi dari maklumat tersebut adalah Pasal 2d yang menerangkan bahwa masyarakat diminta agar tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI, baik melalui website maupun media sosial.

Tak lama, poin tersebut kemudian menuai banyak kritikan dari publik, salah satunya adalah Komunitas Pers.

Baca Juga: Tanggapi Maklumat Kapolri Soal FPI, Rachland Nashidik: Sejak Melek Politik, Baru Kini Saya Mendengar

Komunitas Pers sepakat meminta agar Kapolri mencabut Pasal 2d di maklumat itu karena menurut mereka poin itu bisa mengancam tugas utama jurnalis dan media massa.

"Maklumat itu mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata perwakilan Komunitas Pers Abdul Manan selaku Ketua Umum AJI.

Menanggapi permintaan Komunitas Pers tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan menyampaikan pendapatnya.

Baca Juga: FZ Sebut Pemerintahan Jokowi Berantakan, Ferdinand: Kocak! Apa karena Ada Prabowo-Sandi di Kabinet?

Edi mengungkapkan bahwa maklumat Kapolri nomor 1/I/2021 tentang kepatuhan larangan penggunaan simbol FPI itu tidak akan menyasar karya jurnalistik.

Pernyataan itu disampaikan Edi dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Sabtu, 2 Januari 2021.

"Soal Maklumat Kapolri ini banyak dikritisi pekerja jurnalistik, namun saya meyakini semua karya jurnalistik tidak masuk dalam sasaran maklumat Kapolri," kata Edi seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Sabtu, 2 Januari 2021.

Selain itu dia juga menjelaskan bahwa sasaran Polri dalam maklumat itu adalah narasi di media sosial yang isinya membuat provokasi, menghasut dan informasi palsu atau hoaks.

Baca Juga: Rachland Akui Baru Dengar Ada Maklumat Kapolri, Fadli: Nanti Tiap Institusi Bisa Buat Hukum Sendiri

Menurutnya justru selama ini provokasi, hasutan, dan hoaks lah yang meresahkan masyarakat hingga akhirnya berpotensi menganggu kamtibmas.

"Wartawan adalah mitra kerja Polri sehingga maklumat tidak akan pernah menyasar karya jurnalistik," ucap Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tersebut.

Kemudian, ia juga menyebutkan bahwa maklumat itu dikuarkan agar bisa memberikan perlindungan dan menjamin keamanan bagi masyarakat dan negara.

Dia menambahkan, maklumat itu juga diterbitkan untuk memperkuat Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri dan lembaga terkait larangan penggunaan simbol FPI.

Baca Juga: Bersihkan Rumah Aa Gym yang Lagi Dirawat di RS karena Covid-19, dr. Tirta: Biar Kuman Tewas Terkapar

Edi berpendapat bahwa Maklumat Kapolri tersebut dibutuhkan dalam situasi keamanan saat ini karena untuk menjaga stabilitas kamtibmas agar selalu kondusif.

"'Solus populi suprema lex esto', artinya keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Itu yang paling utama," ujar Edi dengan tegas.

Diketahui sebelumnya, Komunitas Pers yang meminta dicabutnya Pasal 2d dalam maklumat itu terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred), dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).

Baca Juga: Gisel Akui Rindu dan Minta Maaf pada Gempi, Gading Marten: Sabar Ya Ma, Kita Bertemu After New Year

Maklumat itu juga diketahui dapat dikategorikan bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers tentang tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Selain itu, maklumat tersebut bertentangan dengan hak warga negara dalam Paaal 28F UUD 1945 tentang hak memperoleh informasi.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x