Bandingkan Kasus Juliari Batubara dengan Radikalisme, Refly: Korupsi Itu Dilakukan oleh Penguasa

- 17 Januari 2021, 16:08 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /Indrianto Eko Suwarso/Antara

PR DEPOK – Pakar hukum tata negara, Refly Harun mengatakan bahwa KPK harus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap sejumlah pihak terkait soal korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19.

Seperti diketahui bersama, tindak pidana korupsi tersebut menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara.

Misalnya, kata Refly, dugaan keterlibatan perusahaan yang ada hubunganya dengan Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PDIP, Ihsan Yunus.

Baca Juga: Ide Simple Bahagiakan Aries, Taurus dan Gemini, Kunjungi Tempat Anti-mainstream hingga Masak Bersama

Dalam video yang ia unggah di kanal YouTube Refly Harun, ia mengatakan bahwa dalam menilai kasus korupsi bansos Juliari P. Batubara, harus dilihat dengan perspektif atau cara pandang.

“Kalau kita melihat korupsi bansos itu, ada dua perspektif. Pertama, melihat korupsi secara individual dan kedua, melihat secara sistemik,” kata Refly seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com pada Minggu, 17 Januari 2021.

Ia mempertanyakan apakah perbuatan korupsi Juliari Batubara tersebut adalah korupsi individual, yang artinya tidak melibatkan sebuah struktur apapun.

Baca Juga: Pernah Sebut Negara Hancur Jika Dipimpin Jokowi, Ruhut: Itu Dulu, Sekarang Pak Jokowi Selamanya

“Jadi ya hanya inisiatif Juliari Batubara untuk melakukan tindak pidana korupsi,” ucapnya.

Akan tetapi, lanjut dia, apabila perspektifnya adalah struktural (sistemik), yakni ada struktur tertentu yang menggerakkan korupsi ini, maka tentu tidak hanya sebatas mantan Mensos itu yang harus ditersangkakan

“Tapi, sampai akar-akar dari struktur itu. Jadi semua struktur yang terlibat harus bertanggung jawab karena ini adalah dana bencana,” tutur Refly.

Baca Juga: Murka kepada Seorang Pengemis, Dedi Mulyadi: Dulu Dikasih Bantuan Modal, Sekarang Minta-minta Lagi

“Bansos dikorupsi, padahal kita tahu bahwa dana itu sangat diperlukan oleh masyarakat yang terdampak Covid-19 dan juga krisis ekonomi,” katanya menjelaskan.

Tidak heran, kata dia, jika UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi mengancam dengan hukuman mati apabila suatu tindak korupsi dilakukan pada saat krisis.

“Biasanya kita dengan koruptor itu agak sopan, tapi dengan kelompok-kelompok agama itu justru kurang sopan,” ucapnya sambil tertawa kecil.

Baca Juga: Risiko yang Bisa Muncul Jika Anak Tidak Sarapan, Rentan Terkena Diabetes Tipe 2 hingga Obesitas

Ia berharap semua elemen masyarakat sadar bahwa musuh utama Indonesia yang merusak sendi-sendi kehidupan adalah korupsi.

“Menurut pendapat saya, bukan radikalisme atau terorisme,” ucapnya.

Kalaupun ada, lanjut dia, itu adalah kelompok kecil dan bukan kelompok penguasa.

“Yang merusak kita selama ini adalah korupsi, dan korupsi itu dilakukan oleh para penguasa atau orang yang dekat dengan kekuasaan. Karena kalau dia tidak punya kekuasaan, tidak mungkin dia melakukan tindak pidana korupsi. Inilah penyakit akut bangsa kita,” tuturnya.

Baca Juga: Sebut Pemulihan Ekonomi 2021 Hanya Mimpi, Fuad Bawazier: Sekarang Lebih Kompleks dari Krisis Moneter

Ia menjelaskan, terkadang agenda-agenda politik tertentu justru membelokkan agenda utama soal korupsi menjadi agenda melawan radikalisme dan lain sebagainya.

“Padahal kelompok-kelompok itu (radikalis) adalah kelompok yang tidak berkuasa,” kata Refly.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x