PR DEPOK – Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM Haris Azhar menantang keseriusan pemerintah soal revisi UU ITE.
Haris Azhar mengatakan jika pemerintah serius ingin merevisi UU ITE, maka langkah awal yang harus dilakukan yaitu buktikan dengan membebaskan pihak-pihak yang telah dijerat dengan pidana ITE.
Hal tersebut disampaikan Haris Azhar melalui cuitan di akun Twitter pribadinya @haris_azhar pada Selasa, 16 Februari 2021.
“Utk revisi UU ITE, perlu dibuktikan niat baik tsb dg mbebaskan mereka yg dikriminalisasi dgn Pidana ITE,” kata Haris Azhar seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
utk revisi UU ITE, perlu dibuktikan niat baik tsb dg mbebaskan mereka yg dikriminalisasi dgn Pidana ITE.— Jogging bukan joget (@haris_azhar) February 16, 2021
Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bisa meminta kepada DPR untuk merevisi Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Namun, kata Jokowi, keputusan tersebut akan dilaksanakan jika dalam menerapkan UU ITE tidak memberikan keadilan bagi masyarakat.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-Undang ITE ini," ungkap Jokowi.
Jokowi menyebu jika UU ITE kenyataannya tidak dapat memberikan rasa keadilan, dia akan meminta parlemen untuk menghapus pasal-pasal karet yang ada dalam UU ITE.
Karena menurutnya, pasal-pasal dalam UU ITE tersebut bisa menjadi asal mula dari persoalan hukum.
Selanjutnya, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa awal semangat bentuk UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Meski begitu, lanjutnya, dia tidak ingin implementasi UU tersebut justru menimbulkan rasa ketidakadilan.
Kemudian, Jokowi menuturkan bahwa UU ITE saat ini banyak digunakan masyarakat sebagai rujukan hukum untuk membuat laporan ke pihak kepolisian.
Oleh sebab itu, dalam penerapannya maka kerap timbul proses hukum yang dianggap beberapa pihak kurang memenuhi rasa keadilan.***