Nilai Terlalu Mudah HRS Dikenakan Pasal 160 KUHP, Refly Harun: Orang Jadi Menangih yang Sama pada Presiden

- 26 Februari 2021, 06:00 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /Instagram/@reflyharun.

PR DEPOK – Ahli hukum tata Negara, Refly Harun, menyoroti langkah Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) yang akan mempolisikan Presiden Jokowi.

Adapun pelaporan Jokowi tersebut terkait peristiwa kerumunan warga yang terjadi saat kunjungan kerja Jokowi di Maumere, NTT, Selasa, 23 Februari 2021.

Langkah tersebut diambil PP GPI karena menganggap Presiden Jokowi telah melanggar protokol kesehatan (prokes) Covid-19.

Baca Juga: Sutiyoso Heran Banjir di Mana-mana Tapi Anies yang 'Digebukin', Geisz: Otak Mereka Dikit Bang Yos, Maklumi!

Menurut Refly Harun, tidak mudah memproses seorang kepala Negara. Sebab, perkara hukum yang dilakukan oleh seorang Presiden, bukan berada di tingkat polisi akan tetapi DPR RI.

Hal tersebut disampaikan Refly Harun lewat satu video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya Refly Harun, Kamis 25 Februari 2021.

Sehingga, untuk memproses hukum seorang Presiden, dibutuhkan inisiatif dari DPR untuk menilai apakah tindakan pelanggaran yang dilakukan Presiden merupakan tindakan berat.

Meski begitu, Refly Harun tidak yakin jika DPR RI akan memprosesnya, karena menurutnya DPR saat ini dikuasai oleh mayoritas partai pemerintah.

Baca Juga: Pertanyakan Jokowi Soal Kerumunan di Maumere, Syafruddin Azhar: Tata Tertib Prokes Hanya untuk Habib Rizieq?

“Karena Presiden melakukan pelanggaran hukum, maka dia juga harus diproses. Walaupun prosesnya mungkin tidak melalui polisi, tapi diserahkan pada politisi. Tapi kira-kira apakah bisa, ketika politisi (DPR) dikuasai oleh mayoritas partai-partai istana?” kata Refly Harun seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.

Refly Harun menilai, akan sulit jika menyamakan peristiwa kerumunan Presiden Jokowi dengan kasus kerumunan yang menjerat Habib Rizieq hingga di penjara.

Sebab, dalam konteks kasus Habib Rizieq, dia berada dalam posisi yang lemah, sehingga hukum begitu tajam kepada Habib Rizieq.

Baca Juga: Sebut Kerumunan Warga Bentuk Cinta kepada Jokowi, Ruhut SItompul: Mereka Mau Lihat Presiden yang Rendah Hati

“Inilah yang saya katakan sense of justice. Hukum tidak ditegakkan lagi sebagaimana mestinya, tetapi hukum ditegakkan dengan cara siapa yang kuat, dia yang menang. Dalam konteks Habib Rizieq, karena posisinya lemah, maka hukum tajam sekali kepada beliau,” kata Refly harun.

Dengan begitu, lanjut Refly Harun, konstruksi berpikir hukum yang menyamakan peristiwa kerumunan Presiden Jokowi dengan kasus Habib Rizieq, belum cukup untuk menjerat Presiden.

Menurut Refly Harun, respon dari masyarakat yang menginginkan Presiden Jokowi diproses hukum seperti Habib Rizieq, karena terlalu mudahnya penegak hukum mengenakan pasal 160 KUHP tentang penghasutan terhadap Habib Rizieq.

Baca Juga: Ferdinand Pertanyakan Anies Baswedan Tak Punya Buzzer, Dedek Prayudi: Lha Saya Komplain Banjir Aja Diserang

“Masalah utamanya adalah terlalu mudah mengenakan pasal itu (160 KUHP) pada Habib Rizieq. Harusnya, penegak hukum tidak bermain-main dengan penggunaan pasal 160 tersebut,” ujar Refly Harun.

Sehingga, Refly Harun melanjutkan, pada akhirnya orang-orang akan menuntut hal yang sama, termasuk kepada Presiden jika melakukan pelanggaran kerumunan di tengah pandemi Covid-19.

“Karena sudah terjadi pada Habib Rizieq, maka setiap saat, orang, sarjana hukum, ahli hukum , dan lain sebagainya, akan menagih bahwa hal yang sama juga harus berlaku pada Presiden dalam prinsip equality before the law,” ujar dia.

***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x