Saleh menilai, ketika belum ada aturan khusus seperti Perpres 10/2021, perdagangan miras sangat banyak ditemukan di masyarakat.
Sehingga, lanjut Saleh Partaonan, dikhawatirkan peredaran miras lebih merajalela dengan adanya Perpres tersebut.
“Selain itu, juga sangat dikhawatirkan akan maraknya miras oplosan, ilegal, dan palsu. Miras oplosan, ilegal, dan palsu ini dikhawatirkan akan beredar di luar provinsi yang diperbolehkan dalam Perpres,” kata politisi PAN itu.
Saleh Partaonan berpendapat bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menolak miras lantaran dikhawatirkan dapat memicu tindakan kriminalitas.
Menurutnya, para peminum miras sering melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya karena pengaruh minuman memang sangat tidak baik.
“Kalau alasannya untuk mendatangkan devisa, saya kira pemerintah perlu menghitung dan mengkalkulasi ulang,” ucapnya.
Anggota Komisi IX DPR RI itu mengatakan bahwa pemerintah harus menghitung berapa pendapatan yang bisa diperoleh negara dari miras tersebut.
Kemudian, pendapatan itu dibandingkan dengan mudarat dan kerusakan yang mungkin terjadi akibat miras tersebut.