PR DEPOK - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, izin investasi industri minuman keras (miras) bukan merupakan hal baru di Indonesia.
Bahlil menuturkan, sejak tahun 1931 yakni sebelum Indonesia merdeka, izin pembangunan industri minuman beralkohol telah ada di Indonesia.
Perizinan miras itu terus berlanjut hingga Indonesia merdeka, bahkan masuk ke periode reformasi dan sampai saat ini.
Baca Juga: Mengenal Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Informasi dan Mekanisme Pendaftaran
"Saya ingin sampaikan bahwa sudah ada izin yang keluar kurang lebih 109 izin untuk minuman beralkohol, berada pada 13 provinsi," ujar Bahlil dikutip Pikiran Rakyat Depok dari Antara.
Ia mengungkapkan bahwa perizinan miras di Indonesia sudah terjadi sejak pemerintahan yang pertama dan terakhir.
"Ini tidak lain, dan tidak bukan, maksud saya mau menyampaikan kepada bapak ibu seluruh Indonesia bahwa perizinan sudah terjadi sejak pemerintahan yang pertama dan terakhir. Namun tidak untuk kita menyalahkan satu sama lain," kata Bahlil.
Terkait hal itu, Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhammad Said Didu memberikan tanggapannya terkait pernyataan Bahlil tersebut.
Ia melontarkan tanggapannya melalui akun Twitter pribadinya @msaid_didu, pada Selasa, 2 Maret 2021.
"Ini komentar apa ? Jelas bhw sebelumnya izin sdh ditutup dan tdk diperbolehkan dan Perpres kembali membuka," ujar Said Didu, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Menurut Said Didu, sebelumnya memang investasi miras pernah diizinkan, lalu menjadi tidak diizinkan, tetapi kemudian izinnya dibuka lagi melalui Perpres.
"Artinya sblmnya pernah diizinkan kemudian tdk diizinkan dan dibuka lagi izin melalui Perpres. Berhentilah bodohi rakyat dg narasi yg pabaliut," ujar Said Didu.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah resmi mencabut butir-butir lampiran pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang di dalamnya mengatur izin investasi miras.
Keputusan pencabutan izin tersebut dibuat Presiden Jokowi usai menerima masukan-masukan dari ulama, ormas keagamaan serta tokoh-tokoh agama lain serta juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah.***