PR DEPOK – Pakar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan pendapatnya terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang.
Diberitakan, KLB yang dilaksanakan di Deli Serdang itu telah menetapkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025.
Keputusan tersebut diambil setelah Moeldoko berhasil mengalahkan mantan Sekjen Partai Demokrat, Marzuki Alie berdasarkan hasil voting dari para peserta KLB.
Penetapan tersebut dinyatakan langsung Pimpinan Sidang KLB Partai Demokrat, Jhoni Allen Marbun di Hotel The Hill Sibolangit.
Siti menilai bahwa acara KLB tersebut tidak lazim karena tidak mengikuti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
“Tidak lazim karena tidak mengikuti AD/ART,” ucap Siti seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Minggu, 7 Maret 2021.
Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Partai Demokrat Terancam Tak Ikut Pemilu 2024 Usai Terpecah Jadi 2 Kubu
Bahkan, lanjut dia, Moeldoko bukan merupakan kader partai bernuansa biru tersebut.
“Kondisi itu akan membingungkan dunia politik, demokrasi, kelompok intelektual dan pihak-pihak yang belajar demokrasi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, apabila dilihat dari perspektif demokrasi, KLB tersebut dinilai memprihatinkan karena melanggar kaidah sebagaimana yang tercantum dalam AD/ART Partai Demokrat.
“KLB telah menafikan etika dan norma serta menjungkirbalikkan peraturan partai,” tutur Siti.
Akibatnya, lanjut dia, masyarakat dibuat semakin bingung dengan adanya atraksi politik KLB Demokrat.
“Lebih miris lagi, kondisi tersebut mencerminkan bahwa para elite hanya bersaing dan berpikir untuk (Pilpres) 2024 saja,” ucapnya.
Siti mengungkapkan bahwa pada saat yang bersamaan, masyarakat sedang kesusahan menghadapi pandemi Covid-19.
Dengan demikian, ia mengatakan bahwa perhatian publik akhirnya tertuju ke KLB Demokrat tersebut.
Baca Juga: Update Persebaran Covid-19 Depok, 7 Maret 2021: 37.456 Positif, 33.315 Sembuh, 755 Meninggal Dunia
“Ini sebenarnya menguras energi publik, dan sebenarnya publik sudah jengah dengan masalah-masalah seperti ini,” ucapnya.
Siti pun mengaku heran mengapa masih ada anak bangsa yang terperangkap dengan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia sehingga muncul kudeta dan sebagainya.
“Padahal, Presiden telah menyerukan agar semua elemen masyarakat untuk bersatu padu,” katanya.
Menurutnya, pada dasarnya polemik atau dualisme di dalam tubuh suatu partai politik hanya melibatkan langsung kader atau internal partai saja.
Akan tetapi, ada yang berbeda dengan kejadian Demokrat mengingat Moeldoko yang bukan kader partai muncul ke permukaan secara terbuka.
“Itu terjadi karena etika dan moral politik sudah tidak ada. Padahal, posisi etika berada di atas hukum,” ujar Siti.***