PR DEPOK - Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago baru-baru ini melayangkan sindirannya terhadap pemerintah terkait beberapa peristiwa yang terjadi dalam minggu terakhir di Indonesia.
Berawal dari permasalahan Kongres Luar Biasa (KLB) yang menimpa Partai Demokrat saat ini, Pangi Syarwi terlihat aktif menyampaikan analisanya.
Terbaru, Pangi Syarwi mengungkapkan kekesalannya dengan menyindir pemerintah melalui akun Twitter-nya @pangisyarwi1.
Dalam cuitannya ia menyebutkan satu persatu barang berharga yang telah diambil oleh pemerintah, mulai dari demokrasi, Partai Demokrat, oposisi hingga perbedaan pandangan politik.
Demokrasi diambil, partai demokrat diambil (power crime), oposisi diambil, punya pandangan politik berbeda diambil, kebebasan sipil, berbicara berpendapat, berkumpul & berorganisasi juga pada waktunya diambil (power grab) Demi agenda jabatan presiden 3 periode? MENUNGGU GILIRAN— ???????????????????? ????????????????????????_???????????????????????????????? (@pangisyarwi1) March 9, 2021
"Demokrasi diambil, partai demokrat diambil (power crime), oposisi diambil, punya pandangan politik berbeda diambil, kebebasan sipil, berbicara berpendapat, berkumpul & berorganisasi juga pada waktunya diambil (power grab)," ucap Pangi Syarwi seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Cuitan tersebut diungkap oleh Pangi Syarwi menyusul dugaan adanya agenda perubahan kepemimpinan menjadi tiga periode.
Baca Juga: Ketua DPC Partai Demokrat Dicopot dari Posisinya Usai Hadiri KLB, DPD PD Kepri Kini Tunjuk Plt
"Demi agenda jabatan presiden 3 periode? MENUNGGU GILIRAN," katanya menambahkan.
Diketahui sebelumnya, berbagai peristiwa besar sering terjadi belakangan ini di Indonesia.
Salah satu yang saat ini tengah terjadi adalah KLB Partai Demokrat yang menghasilkan Ketua Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Baca Juga: Tidak Puas Dipecat dari Demokrat, Marzuki Alie Gugat AHY hingga Hinca Pandjaitan ke PN Jakarta Pusat
Permasalahan tersebut hingga kini masih menuai perdebatan banyak pihak di media sosial.
Belum lagi, isu UU ITE yang dinilai menyempitkan ruang kebebasan berpendapat juga sempat menjadi topik perbincangan yang hangat di tengah masyarakat.***