Soal Mutasi E484K, Guru Besar UI: Nampaknya Berdampak pada Respons Sistem Imun hingga Pengaruhi Efikasi Vaksin

- 7 April 2021, 18:02 WIB
Ilustrasi mutasi E484K.
Ilustrasi mutasi E484K. /Pixabay/visuals3Dde

PR DEPOK - Guru Besar Paru FKUI Tjandra Yoga Aditama menyatakan mutasi Covid-19 E484K merupakan mutasi baru dan bukan varian baru.

Dia mengatakan virus ini nampaknya dapat bereaksi terhadap sistem imun, bahkan mungkin mempengaruhi efikasi vaksin Covid-19.

"Mutasi E484K ini oleh sebagian pakar disebut 'mutasi Eek', yang maksudnya sesuatu yang mengkhawatirkan dan merupakan sebuah peringatan atau 'warning'. Ini terjadi karena mutasi ini nampaknya berdampak pada respons sistem imun dan mungkin juga mempengaruhi efikasi vaksin," kata Tjandra Yoga Aditama dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Selasa, 6 April 2021.

Baca Juga: Gus Mus Kritik Status MUI Tidak Jelas Dapat APBN, Akhmad Sahal: Pengurus MUI Merasa Ulama, Belum Tentu Layak!

Dia menambahkan, terkait pengaruhnya terhadap antibodi, maka mungkin akan berdampak pada efikasi vaksin.

"Kita masih akan tunggu hasil penelitian selanjutnya tentang bagaimana dampak terhadap efikasi vaksin," ujar dia.

Mantan Direktur Penyakit Menular di WHO Asia Tenggara itu menjelaskan bahwa mutasi E484K ada dalam variant of concern (VOC)-nya WHO per 1 April 2021.

Dan, lanjutnya, juga VOC-nya "Center of Disease Control (CDC)" Amerika Serikat (AS) pada 24 Maret 2021.

Baca Juga: Update Persebaran Covid-19 Depok, 7 April 2021: 43.019 Positif, 40.369 Sembuh, 843 Meninggal Dunia

Untuk kali pertama kali diidentifikasi pada varian yang dilaporkan dari Afrika Selatan (B.1.351) dan Brazil (B.1.1.28). Kemudian juga dilaporkan pada varian yang terdapat di Inggris.

"Inggris mengidentifikasi mutasi ini sesudah memeriksa 214.159 sampel sekuens, suatu jumlah yang cukup banyak. Sesudah ditemukan maka pemerintah Inggris melakukan penelusuran kontak yang intensif disertai kegiatan tes dan analisis laboratorium lanjutannya," tuturnya.

Tjandra menjelaskan bahwa mutasi Covid-19 E484K disebut sebagai mutasi pelarian atau penghindaran (escape mutation). Alasannya, karena mutasi ini dapat membuat virus lolos dari pertahanan tubuh manusia.

Baca Juga: Jokowi Pernah Ungkap Simpan Rp11 Ribu Triliun di Luar Negeri, Said Didu: Segera Buka Datanya Buat Bayar Utang

Kalau varian B.1.1.7 ditambah mutasi E484K, kata dia, akan memicu tubuh perlu meningkatkan jumlah antibodi serum untuk dapat mencegah infeksinya.

"Kita sudah sama ketahui bahwa varian B.1.1.7 memang sudah terbukti jauh lebih mudah menular, sehingga kalau bergabung dengan mutasi E484K maka tentu akan menimbulkan masalah cukup besar bagi penularan Covid-19 di masyarakat," tuturnya.

Menurutnya, mutasi E484K nampaknya akan memperpendek masa kerja antibodi netralisasi di dalam tubuh.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Ekonomi RI Terburuk dalam 150 Tahun, Said Didu: Kita Tunggu Data Perbandingan Tahun 1871

"Dengan kata lain, orang akan jadi lebih mudah terinfeksi ulang sesudah dia sembuh dari sakit Covid-19," tutur Tjandra.

Kalau mutasi E484K, mutasi lain, dan/atau varian baru lainnya dapat membuat vaksin tidak efektif, maka para pakar dan produsen vaksin bisa memodifikasi vaksin yang ada sehingga akan tetap efektif dalam pengendalian Covid-19.***

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x