PR DEPOK – Sosiolog Arief Munandar membubuhkan komentarnya terkait wacana terorisme yang kerap disematkan pada umat Islam.
Arief Munandar pun merasa heran, mengapa ketika berbicara soal terorisme, ada pihak-pihak yang mengidentikkan terorisme itu kepada kelompok umat beragama tertentu.
“Yang kalau di Indonesia itu adalah umat mayoritas yaitu umat Islam,” tutur Arief Munandar yang biasa disapa Bang Arief seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com pada Rabu, 21 April 2021 dari kanal YouTube Bang Arief.
Kalau hal tersebut dibiarkan terus menerus, lanjut dia, ia khawatir akhirnya bangsa Indonesia tidak pernah berhasil menggali akar yang sesungguhnya dari persoalan terorisme dan hanya sibuk pada hal-hal yang berada di permukaan.
“Ini justru punya ekses yang luar biasa, yang bisa jadi sama seriusnya dengan dampak dari terorisme itu sendiri, yaitu terpecah belahnya bangsa,” ucapnya.
“Tampaknya ada upaya, entah sengaja atau tidak, untuk selalu mengaitkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas terorisme ini dengan umat Islam,” kata Arief Mundar lagi.
Apabila berbicara mengenai agama, ia menilai bahwa semua pihak juga harus berbicara soal doktrin dasarnya bahwa di tiap agama ada kelompok-kelompok yang menyimpang.
“Gua pikir itu hal yang sangat common (biasa),” tutur pria yang akrab dipanggil Bang Arief ini.
Kemudian, Arief Munandar juga menyinggung soal aksi teror yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Selain itu, dirinya juga menyoroti pernyataan Komnas HAM yang enggan menyebut kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai organisasi teroris.
“Kenapa untuk KKB di Papua yang jelas-jelas membunuh warga sipil, pembakaran fasilitas umum, menebarkan rasa ketakutan yang dahsyat itu tidak kunjung disematkan label organisasi teroris?” ujarnya.
Tapi sebaliknya, menurutnya, bagi kelompok-kelompok beragama Islam di daerah-daerah lainnya tanpa ba-bi-bu, label terorisme itu dengan mudah sekali disematkan.
Tidak hanya itu, ia pun menyoroti pemberitaan yang menyebut bahwa pelaku penjualan senjata kepada KKB tersebut adalah seorang pendeta dan transaksinya dilakukan di dekat Gereja.
“Gua ngebayangin ya sorry, kalau ini diganti, yang melakukan adalah seorang ustaz dan dilakukan di dekat masjid, selesai sudah, itu terorisme,” kata Bang Arief.***