Kemenkes Didorong untuk Publikasikan Efektivitas Vaksin Sinovac di Jurnal Internasional

- 17 Mei 2021, 16:10 WIB
Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama/Antara
Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama/Antara //Antara

PR DEPOK - Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mendorong hasil penelitian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tentang efektivitas vaksin Sinovac dipublikasikan melalui jurnal internasional.

"Usul saya adalah agar hasil penelitian Balitbangkes ini di publikasi di peer reviewed international journals karena biasanya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan organisasi ilmiah internasional lainnya akan menggunakan jurnal internasional sebagai dasar pengambilan kebijakan," katanya dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Minggu, 16 Mei 2021.

Vaksin Sinovac belum memperoleh Emergency Use of Listing (EUL) dari World Health Organization (WHO) sampai sekarang. Jadi, kebijakan ini dinilai penting lantaran beberapa negara di dunia menggunakan jenis vaksin berbeda.

Baca Juga: Sewa Hotel dengan Predikat Prokes Terbaik dari Kemenkes untuk Menikah, Ifan Seventeen Khawatir Hujatan Netizen

Setiap negara mewajibkan vaksin Covid-19 yang digunakan para pendatang sama dengan vaksin yang dipakainya. Jika ini tidak sama, maka dia diminta melakukan penyuntikan sesuai vaksin Covid-19 yang sama dengannya.

Dua anak Tjandra mengalami ini ketika sampai di New York, Amerika Serikat (AS). Hal ini terjadi akibat Vaksin Sinovac yang diperoleh anaknya belum disetujui Food and Drug Administration (FDA).

"Anak saya itu baru sepekan di New York, di Jakarta sudah disuntik Sinovac dua kali, sampai di Amerika Serikat diminta divaksin yang sudah FDA approved. Bingung juga memutuskannya, nggak ada kepustakaannya yang sudah dapat Sinovac lalu harus dapat Pfizer atau Moderna lagi," ucapnya.

Bahkan, Ahli Mikrobiologi Mia Miranti, mempertanyakan akurasi metode penelitian yang dilakukan Balitbangkes Kemenkes terhadap efektivitas Sinovac.

Baca Juga: Minta Publik Belajar dari Sejarah Orde Baru, Feri Amsari: Jika Koruptor Merajalela, Rakyatlah yang Meruntuhkan

"Yang jadi pertanyaan saya dalam metode penelitian Balitbangkes terhadap Sinovac ini apakah setelah tenaga kesehatan ini divaksinasi kemudian dikasih jeda sampai imunnya terbentuk, baru mereka diteliti. Sebab berdasarkan penelitian perlu dua pekan hingga 28 hari sampai imun terbentuk," katanya.

Efektivitas Sinovac yang diklaim Balitbangkes Kemenkes mencapai rata-rata 94% merupakan angka yang cukup tinggi.

"Sebab saat ini mutasi virus Corona juga kan ada ya di Indonesia," katanya.

Balitbangkes Kemenkes melakukan kajian cepat terhadap efektivitas vaksin Covid-19 Sinovac pada tenaga kesehatan (nakes).

Dari hasil ini pengguna dosis lengkap vaksin akan memperoleh penurunan risiko gejala parah hingga 94, risiko perawatan sebesar 96%, dan mencegah kematian sebesar 98%.

Baca Juga: Cek Fakta: KPK Dikabarkan Geledah Gedung Kemenhan dan Prabowo Terlibat Kasus Mafia Alutsista, Simak Faktanya

Ketua Tim Peneliti Efektivitas Vaksin Kemenkes Pandji Dhewantara menanggapi kajian cepat dilakukan kepada nakes di DKI Jakarta pada 13 Januari-18 Maret 2021.

Kajian ini menggunakan desain Kohort Retrospektif, yakni menelusuri riwayat setiap individu.

Penelitian ini berfokus pada kelompok nakes yang belum divaksinasi dan yang sudah di vaksinasi pada dosis pertama dan vaksinasi lengkap.

Kajian melibatkan 128.000 lebih orang berusia 18 tahun lebih yang terbagi atas perempuan berusia 30 tahun.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x