PR DEPOK - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mengomentari soal peraturan di berbagai perusahaan semen yang mewajibkan pekerja untuk bisa berbahasa Mandarin.
Dalam keterangan tertulis, Said Didu mempersoalkan penggunaan Bahasa Mandarin yang diwajibkan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sedangkan kewajiban berbahasa Indonesia bagi Tenaga Kerja Asing atau TKA ditiadakan.
Ia lantas menyebut peraturan tersebut seolah menunjukkan bahwa pihak-pihak yang membuat peraturan tersebut sudah 'ngelunjak'.
"Mereka sdh ngelunjak ? Setelah wajib bisa berbahasa Indonesia bagi TKA dicabut oleh pemerintah, skrg mereka wajibkan tenaga kerja kita wajib berbahasa Mandarin. Berikutnya apa lagi ?" ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari cuitan di akun Twitter pribadinya @msaid_didu.
Untuk diketahui, sebelumnya diberitakan bahwa Bahasa Mandarin menjadi salah satu syarat yang diwajibkan oleh salah satu perusahaan, yakni PT Kobexindo Cement (KC).
Persyaratan ini pun menuai kecaman dari sejumlah pihak, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Agusriansyah Ridwan.
Menurut Agusriansyah, syarat yang mewajibkan Bahasa Mandarin digunakan oleh pegawai di perusahaan tersebut merupakan trik atau upaya yang dilakukan perusahaan untuk menyingkirkan tenaga kerja lokal atau TKI.
Dengan tersingkirnya para tenaga kerja asal Indonesia ini, katanya, maka perusahaan akan memiliki alasan untuk mendatangkan tenaga kerja asing atau TKA.
Tak hanya itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kutim itu pun menganggap bahwa kewajiban untuk bisa berbahasa Mandarin adalah model baru dari penjajahan terhadap bangsa Indonesia.
Sementara itu, peraturan yang mewajibkan tenaga kerja asing atau TKA untuk bisa Bahasa Indonesia juga telah dicabut.
Sebelumnya, Paal 26 Ayat 1 Huruf d Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rebuplik Indonesia No. 12 Tahun 2013 mewajibkan TKA untuk berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Akan tetapi, kebijakan tersebut telah dihilangkan sejak dikeluarkannya Permenaker Nomor 16 Tahun 2015, sehingga para TKA tak lagi wajib untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.***