Penyebab Sudah Negatif Covid-19 tapi Anosmia hingga Mudah Lelah Tak Kunjung Hilang, Simak Penjelasan Berikut

- 8 Agustus 2021, 13:08 WIB
 Ilustrasi kelelahan pasca sembuh dari Covid-19.
Ilustrasi kelelahan pasca sembuh dari Covid-19. /Unsplash

PR DEPOK - Tirta Mandira Hudhi atau dr. Tirta menjelaskan terkait banyaknya pasien Covid-19 yang sudah dinyatakan negatif tetapi masih sering merasakan lemas atau mudah lelah.

Menurut dr. Tirta, pada pasien Covid-19 yang sudah sembuh, entah itu yang bergejala ringan, sedang, maupun berat, mereka masih akan mengalami fase sekuel.

Fase sekuel ini, kata dr. Tirta, adalah gejala tertinggal yang dirasakan usai pasien dinyatakan negatif Covid-19.

Baca Juga: Ini Cara Lapor jika Temukan Penyelewengan Bansos Covid-19 ke Situs Kemensos Ini

"Apa aja sih itu? Pertama masih merasa batuk, tapi batuknya tiap pagi dan malam, kita akan bahas kenapanya nanti. Gejala kedua yang sering tertinggal adalah lemas, jadi dia habis Covid itu setelah sembuh kayak dia ngerasa bergerak dikit ngos-ngosan. Cepat capek, keringat dingin, pucat, linglung sama kepala berputar," ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Tirta PengPengPeng.

Selain gejala tersebut, lanjutnya, orang yang semula tidak pernah merasakan sakit ulu hati juga bisa mendadak terserang gerd setelah sempat terpapar Covid-19.

Lebih lanjut, dr. Tirta menyebutkan bahwa pasien yang sudah sembuh Covid-19 juga bisa merasakan gejala pegal linu, terutama di sendi-sendi besar, seperti lutut, punggung, lengan, dan paha.

Baca Juga: Viral Fenomena Awan Lurus di Pacitan, BMKG Beri Penjelasan Begini

"Gejala berikutnya kadang ada yang masih anosmia itu sampai 4 minggu. Anosmia, parosmia, ageusia masih 4 minggu. Dan pada pasien-pasien yang sempat masuk ICU ataupun ruang perawatan, yaitu gejala sedang berat, mereka bahkan saturasinya nggak bisa naik-naik di atas 92," tuturnya.

Dokter sekaligus relawan Covid-19 itupun membeberkan alasan para penyintas Covid-19 masih merasakan gejala-gejala yang tertinggal.

Menurut dr. Tirta, perang antara sel radang melawan virus Corona yang sangat cepat bereplikasi itu ternyata begitu mengganggu sel-sel dalam tubuh, sehingga proses recovery atau pemulihannya pun cenderung sulit.

Baca Juga: Pemecatan Pinangki Dinilai Terlambat, Hinca Panjaitan Minta Kejagung Lakukan Evaluasi

"Sel radang yang melawan virus ini, kan virus ini cepat banget replikasinya, itu ternyata, ternyata, ternyata dan ternyata dia itu sangat mengganggu sel-sel kita, recovery-nya sulit. Jadi kita tahu, ketika kita perang, harus ada konsekuensinya," katanya menjelaskan.

Ia lantas menganalogikan perang sel tersebut layaknya perang dunia yang pasti akan memiliki konsekuensi kerusakan di daerah tertentu.

"Sama di dalam tubuh kita, cuma beda ukuran aja, ini yang perang kecil-kecil semua. Akibatnya, ketika perang melawan virus ini, organ yang paling kena itu adalah organ pernapasan, karena perangnya di situ semua," kata dr. Tirta.

Baca Juga: Pemecatan Pinangki Dinilai Terlambat, Hinca Panjaitan Minta Kejagung Lakukan Evaluasi

Sehingga, katanya melanjutkan, ketika sel-sel virus Covid-19 ini hilang, sel peradangannya butuh waktu untuk pemulihan dengan digantikan yang baru.

Sementara itu, menggantikan sel yang rusak, lanjut dr. Tirta, membutuhkan energi.

"Biasanya tubuh kita tuh mengganti sel darah merah 120 hari, sel rambut, sel kulit, yang rontok, sel kulit kepala yang jadi ketombe. Nah, ketika ada proses peradangan ini, kan tambah banyak sel yang rusak. Maka kita butuh energi untuk menggantikan sel-sel rusak ini," ujar dr. Tirta.

Baca Juga: 5 Kiper Terbaik yang Berusia di Atas 30 Tahun, Manuel Neuer Salah Satunya

Selain itu, tubuh juga harus menyingkirkan infiltrat atau bercak-bercak yang ada di paru, terutama pada penyintas Covid-19 bergejala sedang dan berat.

Menurutnya, proses menyingkirkan infiltrat di paru ini juga harus digantikan oleh sel baru lagi.

Tak cukup sampai di situ, ujar sang dokter, bangkai-bangkai virus yang tersisa di tubuh dan harus disingkirkan.

Baca Juga: Masih Banyak PR Besar Menanti, Heri Gunawan Nilai Pertumbuhan Ekonomi Tak Perlu Dibanggakan

"Ada bangkainya, makanya pada orang yang sudah sembuh Covid, sudah isoman 14 hari, sudah nggak ada demam, nggak ada batuk, masih ada anosmia, masih CT value-nya nggak bisa nembus 40. Karena itulah bangkai-bangkai virus yang tersisa dalam tubuh kita, dan disingkirkan," katanya.

Menurut dr. Tirta, rasa sakit atau lemas yang dirasakan usai sembuh dari suatu penyakit adalah tanda sel peradangan yang mencoba membenahi sel tubuh yang rusak.

"Jadi ketika kita lemas, itu sel peradangan kita lagi bekerja membenahi sel tubuh kita yang rusak," tutur dokter yang juga relawan Covid-19 itu.***

Editor: Annisa.Fauziah

Sumber: YouTube Tirta PengPengPeng


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah