Khawatir Pemilu 2024 Timbulkan Masalah Hukum karena Jadwal Pilkada, Said Salahuddin Soroti Hal Ini

- 20 September 2021, 13:35 WIB
Ilustrasi Pemilu.
Ilustrasi Pemilu. /Dok. Pikiran Rakyat/

PR DEPOK – Persiapan Pemilu 2024 turut disoroti oleh Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Said Salahudin.

Said Salahudin lantas fokus pada jadwal Pemilu 2024 yang nanti akan ditetapkan.

Menurut Said Salahudin, DPR, pemerintah, KPU, dan Bawaslu perlu berhati-hati dalam menentukan jadwal Pemilu 2024.

Baca Juga: Mardani Ali Sebut Pemberantasan Korupsi Makin Dibajak: Clear, TWK Memang untuk Singkirkan Nama-nama Tertentu

Pasalnya, ia khawatir bahwa mengubah jadwal Pemilu yang sudah diatur dalam UUD 1945 malah berpotensi terjadinya inkonstitusional.

"Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah tegas menyatakan 'Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali'," kata Said di Jakarta, pada Senin, 20 September 2021 seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Menurutnya, semua pihak harus patuh dan konsisten pada perintah konstitusi agar Pemilu bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Jika ada hal yang memungkinkan sehingga jadwal pemilu harus diubah, maka pertimbangannya karena alasan khusus.

"Kalau ada alasan yang bersifat force majeure, seperti bencana alam atau bencana non-alam yang terjadi di seluruh Indonesia atau ada unsur kedaruratan serta alasan khusus lainnya, itu bisa saja dijadikan sebagai pertimbangan untuk memajukan atau memundurkan jadwal Pemilu sehingga tidak harus dilaksanakan di bulan April," ujarnya.

Baca Juga: Rafathar Trending di Twitter Mirip Jaehyun, Ini Tanggapan Raffi Ahmad

Akan tetapi, jika jadwal Pemilu 2024 harus berubah karena alasan Pilkada Serentak 2024, menurutnya tidak masuk akal.

Pasalnya, jadwal Pilkada Serentak Nasional di bulan November 2024 hanya diatur di level undang-undang.

Sementara itu, aturan jadwal Pemilu diatur oleh UUD 1945 dan sudah menjadi konvensi yaitu selalu dilaksanakan di bulan April sejak empat kali Pemilu terakhir.

"Jika Pemilu dilaksanakan di bulan Februari atau Mei 2024 seperti wacana yang muncul selama ini, itu artinya Pemilu tidak genap dilaksanakan setiap lima tahun sekali," katanya.

Baca Juga: Klaim Berbahaya, Korea Utara Kritik Kesepakatan AUKUS: Picu Perlombaan Senjata di Kawasan

Maka dari itu, ia merasa khawatir jika jadwal Pemilu 2024 berubah hanya karena alasan Pilkada serentak 2024.

Hal itu menurutnya bisa menimbulkan permasalahan hukum yang serius.

Sebaliknya, jika terpaksa harus ada jadwal yang berubah, semestinya jadwal Pilkada yang dimundurkan, bukan jadwal Pemilu.

Said Salahudin lalu menyoroti anggapan bahwa Pilkada pada bulan November 2024 terlalu mepet waktunya dengan Pemilu 2024.

Ia lebih menganjurkan agar jadwal Pilkada 2024 bisa dimundurkan oleh DPR, lalu pemerintah merevisi undang-undang.

Baca Juga: Berharap Laporan Anaknya Dicabut, Ibunda Savas Sambangi Kediaman Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah

"Atau cukup dengan penerbitan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) oleh presiden dalam hal ada unsur kegentingan yang memaksa disana," ujarnya.

Menurutnya, perubahan jadwal Pilkada lebih mudah dilakukan daripada mengubah jadwal Pemilu.

Pasalnya, jika Pemilu tidak dilaksanakan lima tahun sekali, maka MPR harus menggelar sidang untuk melakukan amandemen Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x