PR DEPOK - Belum lama ini, Presiden Jokowi baru saja melantik Jenderal Dudung Abdurachman sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASD) menggantikan Panglima TNI Andika Perkasa.
Terpilihnya Jenderal Dudung menjadi KSAD yang baru ini cukup menarik perhatian publik.
Terlebih usai muncul asumsi yang mengatakan bahwa Jenderal Dudung terpilih menjadi KSAD karena merupakan anak emas Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri.
Namun, mantan Panglima Komando Cadangan Strategis (Pangkostrad) itu membantah asumsi tersebut.
Ia mengatakan bahwa Jokowi dan Megawati lebih mengedepankan profesionalisme ketimbang menganakemaskan seseorang.
Menurut Jenderal Dudung, ia pun tidak akan mau jika jabatannya sebagai KSAD itu terkait dengan unsur politik.
Baca Juga: Ingin Buang Sampah Obat Kadaluarsa ? Simak Cara Tepat dan Aman yang Wajib Diketahui
Dudung menuturkan, tak ada unsur politik sama sekali dalam pemilihannya sebagai KSAD.
Ia meyakini, dirinya dipilih untuk menggantikan Panglima TNI Andika Perkasa karena cara kerja dan pengabdiannya selama ini.
Tak hanya itu, Jenderal Dudung menegaskan bahwa TNI harus selalu bersikap netral.
Baca Juga: Barcelona vs Benfica di Liga Champions: Jadwal, Prediksi Susunan Pemain dan Link Live Streaming
Anggota TNI, katanya melanjutkan, tidak boleh memihak suatu kelompok atau partai politik tertentu.
Pernyataan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman ini pun disoroti oleh pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Refly Harun berharap ucapan Jenderal Dudung untuk selalu bertindak netral ini benar-benar dilaksanakan.
Baca Juga: Adik Bibi Ardiansyah Ungkap Ada Human Error Saat Kecelakaan Maut, Fuji: Saksinya Cuma Dia
"Mudah-mudahan komitmen ini dijaga betul," ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.
Pasalnya, kata Refly Harun, baik Jenderal Dudung maupun Panglima TNI Andika Perkasa akan pensiun sebelum perhelatan Pilpres 2024 digelar.
Ia lantas menilai bahwa sebenarnya KSAD Jenderal Dudung Abdurachman dan Panglima TNI Andika Perkasa, yang kini dinilai dekat dengan partai yang berkuasa, 'tidak menguntungkan' sama sekali.
Oleh karena itu, Refly berharap tak akan ada perpanjangan masa pensiun dari yang seharusnya 58 tahun menjadi 60 tahun.
"Maka salah satu jalan konstitusional untuk mempertahankan jabatan mereka adalah dengan memperpanjang masa pensiun dari 58 tahun ke 60 tahun. Maka Jenderal Andika akan tambah 2 tahun, dan Jenderal Dudung akan tambah 3 tahun," terangnya.
"Jenderal Andika akan selesai pada Desember 2024, selesai pemilihan bahkan pelantikan presiden. Bahkan Jenderal Dudung akan selesai pada November 2025. Itu kalau seandainya ada sebuah skenario bahwa pimpinan TNI saat ini dianggap in favor (mendukung) kekuatan politik yang hari ini berkuasa," tuturnya.
Refly Harun lantas berharap ucapan Dudung yang bertekad untuk tetap netral sebagai TNI benar-benar dilakukan.
"Mudah-mudahan apa yang disampaikan Dudung itu tidak lip service, bahwa TNI memang harus netral. Karena kalau tidak, di situlah rusaknya TNI kita, kalau dia terlibat terlalu dalam dalam politik," ujarnya.
Pakar hukum tata negara itupun meminta agar Panglima TNI Andika Perkasa dan Jenderal Dudung bisa menjaga TNI agar tetap bersikap netral.
"Saya berharap Jenderal Andika dan Jenderal Dudung betul-betul menjaga tentara kita, TNI kita menjadi tentara yang profesional, tentara yang tidak berpihak, tentara yang tidak berpolitik. Kendati misalnya mulai ada yang menyebut-nyebut Andika sebagai calon presiden, misalnya. Ini yang mestinya mudah-mudahan tidak terjadi," kata Refly Harun.***