Ia mengungkap bahwa jabatan tersebut bisa dibeli dengan harga mencapai Rp25 miliar untuk jabatan direktur utama.
Transaksi terlarang tersebut, kata dia, terjadi sebelum dia menahkodai Kementerian BUMN.
Kendati demikian, Erick enggan mengungkap nama perusahaan maupun identitas petinggi BUMN hasil jual-beli tersebut.
Pernyataan Erick tersebut sekaligus menjadi bantahan terhadap tuduhan yang dilontarkan padanya bahwa ia memanfaatkan jabatan untuk mengeruk untung dari bisnis Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Lebih lanjut Erick menegaskan, bila mencari keuntungan adalah motif pengabdiannya, maka transaksi jual beli jabatan dewan direksi dan komisaris BUMN menjadi peluang besar bagi dirinya selaku menteri yang membawahi seluruh badan usaha milik negara.
Ia mengatakan bahwa dia yang paling menekankan anti hal-hal itu (korupsi). Jika ia berniat mencari uang di BUMN, maka peluang tersebut sangat banyak.
Ia juga membeberkan mencari uang paling gampang di BUMN, yakni dengan memindah-mindahin jabatan yang dikabarkan memiliki setoran paling banyak hingga mencapai Rp25 miliar untuk jabatan Direktur Utama BUMN.***