Marak Aksi Klitih di Yogyakarta, Kriminolog UGM: Ini PR Bersama

- 6 Februari 2020, 18:04 WIB
AKSI Ktilih di Yogyakarta dapat diputus dengan kerja sama antar lembaga menurut Dosen Sosiologi UGM*
AKSI Ktilih di Yogyakarta dapat diputus dengan kerja sama antar lembaga menurut Dosen Sosiologi UGM* /Foto Istimewa PR

PIKIRAN RAKYAT - Aksi kejahatan jalanan yang marak dilakukan di Yogyakarta atau dikenal juga sebagai klitih, dinilai oleh Kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Suprapto, bukan tanpa didasari motif.

"Motif jelas ada. Untuk jati diri kelompok, pelampiasan kekecewaan atau ketidakpuasan menjalani hidup maupun rekrutmen pimpinan anggota baru (kelompok)," kata Suprapto seperti yang dikutip oleh Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

Dosen Sosiologi UGM ini menyebut bahwa fenomena klitih yang marak terjadi di Yogyakarta ini bukan secara tiba-tiba munculnya.

Baca Juga: Tersiar Kabar Pemuda di Solo Meninggal karena Lintah dalam Kangkung 

Menurutnya, meskipun pelaku dari aksi klitih ini mayoritas dari kalangan remaja, pihak kepolisian tetap meringkus tindakan kejahatan yang diperbuat oleh para remaja itu. Bahkan, aksi pihak polisi ini belum juga menciptakan efek jera bagi para pelaku.

Dugaan Suprapto, para remaja ini secara konsisten dicekoki doktrin-doktrin oleh para "senior" yang mendidiknya.

Sehingga hal itu berdampak pada keberanian kuat para pelaku yang kerap kali melakukan aksi klitih atau kekerasan di jalanan yang juga diiringi dengan konsumsi minuman keras untuk memompa nyali mereka.

Kondisi tersebut, kata Suprapto, tidak akan cukup jika sanksinya hanya sebatas hukuman pada pelaku yang sudah tertangkap saja. Pihak polisi dan masyarakat harus berusaha juga untuk mencari siapa penyebab utama dibalik aksi yang dilakukan oleh para remaja itu.

Baca Juga: Manchester City Coba Manfaatkan Pertengkaran di Barcelona untuk Rekrut Lionel Messi 

"Upaya untuk memutus rantai kejahatan harus menjadi kesadaran dan tanggung jawab bersama. Tidak cukup jika bergantung pada pemerintah dan aparat kepolisian saja," tutur dia.

Lembaga-lembaga lain seperti keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, dan pemerintah termasuk masyarakat sesuai kewenangan masing-masing yang dimiliki, harus ikut terlibat.

Pada level masyarakat, partisipasi dapat diwujudkan dengan melakukan upaya pencegahan, penangkapan, pelaporan, atau bahkan membawa pelaku ke kantor polisi langsung tanpa adanya tindakan menghakimi.

"Jika menghakimi sendiri, masyarakat bukan sedang menjadi bagian dari solusi. Akan tetapi, justru menjadi bagian dari masalah karena berusaha mengatasi masalah dengan menciptakan masalah baru," tutur dosen sosiologi UGM itu menjelaskan lagi.

Baca Juga: Kirk Douglas Meniggal Dunia, Pernah Bintangi Enam Film Legendaris dan Dua di Antaranya Karya Stanley Kubrick 

Selain itu, kata Suprapto, lembaga pendidikan perlu meningkatkan intensitas implementasi pendidikan karakter bagi siswa yang dididik.

Secara bersamaan, lembaga keluarga juga harus mampu memenuhi fungsi sosialisasi, pendidikan, dan perlindungan, sehingga anak tidak akan terjerumus dalam perilaku anarkis.

"Perilaku manusia, termasuk anak dan remaja memang ditentukan oleh asal dan ajar. Asal adalah perilaku atau karakter bawaan lahir, sedangkan ajar adalah perilaku hasil didik atau sosialisasi," kata dia.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah