Kemenkeu Minta BPJS Kesehatan Atasi Masalah Defisit dengan 3 Aspek

- 19 Februari 2020, 14:25 WIB
MENTERI Keuangan, Sri Mulyani menyebut ada tiga aspek untuk mengatasi defisit keungan di BPJS di antaranya tarif, manfaat, dan kemampuan BPJS mengumpulkan iuran.*
MENTERI Keuangan, Sri Mulyani menyebut ada tiga aspek untuk mengatasi defisit keungan di BPJS di antaranya tarif, manfaat, dan kemampuan BPJS mengumpulkan iuran.* /Humas Kemenkeu /

PIKIRAN RAKYAT - BPJS Kesehatan memang masih mempunyai masalah defisit dengan jumlah yang besar. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut defisit BPJS Kesehatan yang makin lebar ini karena angka iuran peserta yang belum sesuai perhitungan aktuaria.

Sri Mulyani Indrawati, mengatakan hingga saat ini BPJS Kesehatan masih membukukan defisit sebesar Rp 15,5 triliun.

Bendahara Negara tersebut mengatakan besaran defisit tersebut sudah lebih rendah jika dibandingkan dengan proyeksi defisit yang sebesar Rp 32 triliun hingga akhir 2019.

Baca Juga: Tangan Seorang Pria Membusuk Akibat Bakar Alquran , Benarkah?

Pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk mengatasi masalah tersebut, bahkan mulai 1 Januari 2020 iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami kenaikan.

Dikutip oleh Pikiranrakyat-depok.com dari situs Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani mengatakan untuk menangani permasalahan defisit yang dialami BPJS Kesehatan ini harus melihat secara keseluruhan dari tiga aspek.

Ketiga aspek tersebut yakni masalah tarif, kemudian tentang manfaat dan yang terakhir kemampuan BPJS mengumpulkan iuran.

Baca Juga: Kabar Bahagia, WNI di Singapura Telah Dinyatakan Sembuh dari Virus Corona

Hal tersebut disampaikannya dalam Rapat Kerja Gabungan (Rakergab) yang dihadiri oleh semua pihak yang bersangkutan, tentunya dihadiri oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan.

Dalam kesempatan tersebut, Menkeu menjelaskan aspek yang pertama perlu dibenahi adalah masalah tarif.

Masalah tarif berkaitan dengan kegotongroyongan seluruh peserta BPJS Kesehatan. Pada rakergab ini, membahas mengenai pembiayaan selisih biaya kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.

Baca Juga: Berani Jemput WNI dari Tiongkok, Menhub Berikan Penghargaan kepada Pilot dan Kru Batik Air

“Tarif itu adalah masalah isu kegotongroyongan, artinya yang mampu membayar lebih, yang agak sedikit mampu membayar agak kurang, yang tidak mampu dibayar pemerintah dan saat ini Pemerintah membayar lebih dari 96 Juta untuk yang pusat dan di daerah lebih dari 38 juta, itu yang tidak mampu dibayar pemerintah yang mampu membayar itu system kegotong royongan,”ujarnya.

Aspek kedua yaitu aspek manfaat, dimana harus ada definisi pelayanan dasar sehingga iuran yang semakin naik dapat terukur dan sepadan dengan manfaat yang didapatkan.

“Ini yang harus Menteri Kesehatan dan BPJS rumuskan bersama karena Undang-Undang mengenai BPJS yang menyebutkan pelayanan kesehatan dasar itu yang harusnya didefinisikan, karena kalau pelayanannya unlimited, tidak terbatas ya mau dibuat iuran berapapun akan jebol saja,” tegasnya.

Baca Juga: KPK Kembali Lelang Hasil Sitaan Koruptor, Cek Daftar Barang yang Bisa Dibawa Pulang

Kemudian aspek ketiga adalah kemampuan BPJS untuk mengumpulkan atau mendapatkan iuran secara tepat. BPJS harus memastikan para peserta tidak hanya membayar saat sakit, namun harus membayar secara berkelanjutan setiap bulan.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Kementerian Keuangan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x