Lebih lanjut, Mardani Ali menilai, mengembalikan dana hasil praktik maling uang rakyat hanya bisa jadi dasar untuk meringankan tuntutan atau hukuman, dan bukan justru tidak ditindak.
“Logika sederhananya, jika korupsi di bawah 50 juta dimaafkan, bagaimana jika dilakukan secara bersama (berkomplot)? satu grup berisi 20 org masing2 50 juta?” tutur dia.
Lantas, pria berusia 54 tahun ini menegeaskan bahwa perkara soal maling uang rakyat bukan hanya sekadar jumlah. Melainkan mental yang harus diberantas.
Baca Juga: Login dtks.jakarta.go.id untuk Daftar DTKS Jakarta 2022 secara Online
“Penegakan hukum badan adalah salah satu cara. Tanpa imbauan itu saja korupsi bansos, dana desa hingga bantuan operasional sekolah utk warga miskin sdh trjd diberbagai tempat,” ujarnya.
“Jgn sampai imbauan Kejagung bs menjadi spt insentif utk melakukan korupsi. Korupsi sdh jelas berdampak buruk pd hilangnya hak ekonomi & sosial masyarakat,” tutur dia menambahkan.
Di akhir cuitannya, Mardani Ali berpendapat, apabila Jaksa Agung Burhanuddin memang ingin pelaku korupsi kecil tidak dipidana maka pihaknya mengusulkan perubahan UU Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga: Mengenal 5 Suku Unik di Papua, Mulai dari Asmat hingga Amungme
“Pasal pidana pencucian uang jg bisa lebih sering diterapkan. Tanpa mengurangi hukuman badan, pengembalian kerugian negara bisa jauh lebih optimal,” kata Mardani Ali.***