PR DEPOK - Syarat melampirkam bukti kepesertaan BPJS Kesehatan dalam proses jual beli tanah banyak dianggap tidak logis untuk dterapkan.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, persyaratan jual beli tanah tidak seharusnya dipandang dalam narasi negatif dan tidak menimbulkan permasalahan apa pun.
"Secara logika, masyarakat yang bisa membeli tanah adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi yang relatif bagus, ujar Moeldoko, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.
Menurut Moeldoko, seharusnya tidak menjadi masalah untuk membayar iuran kelas 2 atau kelas 1 BPJS.
Sebagai informasi, jumlah peserta BPJS Kesehatan tercatat 236 juta orang atau sekitar 86 persen jiwa penduduk Indonesia per 31 Januari 2022.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 139 juta orang di antaranya merupakan penerima bantuan iuran (PBI), yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah.
Sementara itu, peserta nonaktif yang menunggak iuran terhitung ada sebanyak 32 juta orang.
Kondisi tersebut berdampak pada defisit keuangan BPJS Kesehatan yang tinggi. Pemerintah pun mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 1 tahun 2022.
Dalam menindaklanjuti Inpres Nomor 1 Tahun 2022, Kementerian ATR/BPN telah mengumumkan kartu BPJS Kesehatan akan menjadi syarat jual beli tanah per 1 Maret mendatang.
Namun Moeldoko menegaskan, ketentuan persyaratan BPJS Kesehatan itu hanya berlaku pada satu layanan yang menjadi tanggung jawab ATR/BPN.
Dijelaskan dia, hal tersebut hanya berlaku jual beli tanah, tidak termasuk dalam hibah atau perjanjian tanah lainnya.
Ketentuan itu, katanya, hanya diberikan kepada pihak pembeli saja, tidak kepada pihak penjual.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Luqman Hakim meminta Kementerian ATR/BPN agar membatalkan kebijakan BPJS Kesehatan sebagai syarat dalam proses jual beli tanah.
Pasalnya menurut Luqman Hakim, di dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tersebut terdapat kekeliruan terkait masalah pertahanan.
"Seharusnya Menteri Sofyan Djalil sebagai pembantu Presiden, memberi masukan agar Inpres itu direvisi sehingga rakyat tidak dirugikan," katanya dikutip dari Antara.
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Menteri ATR/BPN seharusnya memberikan masukan terhadap Inpres tersebut.
"Jangan bersikap seolah-olah tidak tahu ada masalah dan langsung melaksanakannya," ucap Luqman Hakim.***