Pakar Tanggapi Proposal Prabowo Soal Langkah untuk Meredakan Konflik Rusia-Ukraina: Hal Konkret

- 5 Juni 2023, 14:11 WIB
Ilustrasi konflik Rusia dan Ukraina - Seorang pakar, dosen dari Universitas Indonesia, mengomentari proposal Prabowo dalam meredakan konflik Rusia dan Ukraina.
Ilustrasi konflik Rusia dan Ukraina - Seorang pakar, dosen dari Universitas Indonesia, mengomentari proposal Prabowo dalam meredakan konflik Rusia dan Ukraina. /Reuters/Dado Ruvic/

PR DEPOK - Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan Republik Indonesia, telah mengusulkan langkah-langkah untuk meredakan konflik antara Rusia dan Ukraina

Proposal ini telah mendapatkan pujian dari Anton Aliabbas, seorang dosen dari Universitas Paramadina, yang menyebutnya sebagai langkah maju dalam diplomasi Indonesia.

Meskipun Ukraina menolak tawaran tersebut, ide-ide yang diajukan Prabowo dianggap konkret dan dapat diukur dengan mudah. Anton menyatakan bahwa proposal Prabowo menunjukkan kesiapan Indonesia untuk menjadi mediator dalam konflik tersebut.

Salah satu aspek yang menonjol dalam proposal tersebut adalah melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan membentuk zona demiliterisasi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki pemahaman yang jelas tentang model gencatan senjata yang diperlukan.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Makan Soto di Solo Enak dan Murah, Wajib Dicoba!

“Tawaran ide yang diungkapkan Prabowo merupakan hal konkret. Itu merupakan langkah maju dalam diplomasi Indonesia,” ujar Anton di Jakarta, dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Antara, Senin.

Menurut Anton, melibatkan PBB dalam konflik ini akan memperkuat posisi organisasi tersebut dan menunjukkan keinginan Indonesia untuk menjaga perdamaian.

Beberapa pandangan menyebutkan bahwa PBB terlihat tidak berdaya dalam menghadapi Rusia, namun keinginan Indonesia untuk menempatkan PBB dalam posisi sentral menunjukkan dukungan terhadap upaya pemeliharaan perdamaian.

Terkait ide referendum, Anton menjelaskan bahwa Rusia telah lama menyatakan adanya ketidakpuasan sebagian publik Ukraina terhadap pemerintahan Volodymyr Zelensky.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Makan Soto di Solo Enak dan Murah, Wajib Dicoba!

Namun, Ukraina menolak ide referendum tersebut dengan alasan bahwa hal tersebut hanya merupakan upaya Presiden Putin untuk mengambil wilayah Ukraina.

Menurut Anton, penolakan Ukraina terhadap ide referendum adalah hal yang biasa dalam konflik. Ukraina sebenarnya sedang menunggu tawaran agenda konkret dalam perundingan.

“Gagasan Prabowo soal zona demiliterisasi, keterlibatan PBB dan referendum bukan hal yang mengawang-awang tapi jelas dan terukur,” katanya.

Anton menekankan bahwa dalam konflik, perbedaan pendapat dan ketidakpuasan harus diselesaikan jika perdamaian ingin tercapai. Perundingan di masa depan harus mencari alternatif terbaik untuk mengakhiri perbedaan dan ketidakpuasan publik.

Baca Juga: Tak Usah Takut Kelewatan, Seleksi Kartu Prakerja 2023 Buka Dua Minggu Sekali Mulai Juni 2023

Respons Ukraina yang pesimistis menunjukkan bahwa kepercayaan antara pihak yang bertikai masih lemah. Oleh karena itu, membangun saling kepercayaan menjadi sangat penting untuk memulai langkah-langkah perdamaian berikutnya.

“Jika tidak ada gencatan senjata tentu saja perundingan akan sulit berjalan dan keinginan melibatkan PBB juga menunjukkan keinginan Indonesia untuk memperkuat posisi PBB dalam konflik ini," tutur dia.

Meskipun proses ini membutuhkan waktu dan melibatkan faktor-faktor domestik masing-masing negara, Anton menyambut baik proposal perdamaian yang diajukan Prabowo. Gagasan tersebut dapat memperkaya upaya perdamaian antara Ukraina dan Rusia.

“Yang namanya konflik pasti menunjukkan adanya sengketa ataupun perbedaan dan jika ingin mewujudkan perdamaian ya semua perbedaan harus diselesaikan termasuk soal narasi ketidakpuasan ini. Perundingan kelak juga tentu harus mencari alternatif terbaik untuk mengakhiri perbedaan klaim narasi ketidakpuasan publik versus nihil sengketa wilayah,” ucap Anton.

Baca Juga: Resep Tengkleng Kambing Praktis, Cocok untuk Disajikan Setelah Perayaan Idul Adha 2023

Meskipun gagasan perdamaian sering kali menimbulkan pro dan kontra, tidak ada yang salah dalam menjalankannya karena setiap gagasan perdamaian tidak akan menimbulkan korban jiwa. Gagasan-gagasan perdamaian harus selalu diuji dan dieksplorasi.

“Pesimistis Rusia akan berubah jelas memperlihatkan Ukraina masih belum percaya bahwa pemerintah Putin mau untuk mencari solusi perdamaian. Mau tidak mau proses membangun saling percaya harus terus digalakkan karena mustahil perundingan berujung kesepakatan jika tidak ada trust," tambahnya.

Adapun proses ini memang membutuhkan waktu, karena tidak hanya berbicara soal pihak eksternal tapi juga domestik masing-masing negara.

Meski demikian, sambung Anton, proposal perdamaian yang disampaikan Prabowo patut mendapat apresiasi. Sebab, gagasan tersebut memperkaya upaya perdamaian Ukraina-Rusia.

Baca Juga: Jakarta Fair 2023 Segera Dibuka! Yuk Cek Sejarah PRJ Kemayoran yang Sudah Ada Sejak Tahun 1968

Terlebih, dalam perdamaian sering kali muncul pihak yang tidak puas ataupun tidak menerima kesepakatan.

“Namanya gagasan perdamaian terkadang sifatnya trial dan error serta menimbulkan pro kontra. Tapi tidak ada yang salah dengan itu karena sebanyak apapun gagasan perdamaian, mereka tidak akan menimbulkan korban jiwa. Dan gagasan perdamaian memang harus selalu di-exercise,” tukas Anton.

Dikabarkan bahwa konflik antara Ukraina dan Rusia telah berlangsung sejak 2014. Pemicu utama konflik ini adalah aneksasi Rusia terhadap Semenanjung Krim dan perang saudara di wilayah Donbas di Ukraina Timur.

Setelah aneksasi Krim, kelompok separatis yang didukung oleh Rusia memproklamirkan dua negara yang tidak diakui secara internasional, yaitu Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR). Konflik ini telah menelan banyak korban jiwa dan merusak infrastruktur di wilayah yang terkena dampaknya.

Baca Juga: Gaet Suara Gen Z, Ganjar Pranowo Siapkan Model Kampanye 'Nano Strategi'

Ukraina dan Rusia memiliki pandangan yang berbeda mengenai akar masalah konflik ini. Rusia mengklaim bahwa tindakan mereka adalah untuk melindungi etnis Rusia dan populasi berbahasa Rusia di Ukraina.

Sementara itu, Ukraina dan banyak negara Barat mengecam aneksasi Krimea sebagai pelanggaran terhadap integritas wilayah Ukraina dan melihat konflik di Donbas sebagai campur tangan militer Rusia.

Upaya mediasi telah dilakukan oleh beberapa negara dan organisasi internasional untuk mencapai perdamaian antara Ukraina dan Rusia. Beberapa perundingan telah diadakan, seperti Perjanjian Minsk pada 2014 dan 2015, tetapi gencatan senjata yang dicapai sering kali tidak bertahan lama dan kekerasan terus berlanjut.

Baca Juga: Kapolda DIY Turun Tangan Menenangkan Situasi Pasca Bentrok di Yogyakarta

Komunitas internasional terus mendesak kedua belah pihak untuk menghentikan konflik dan mencari solusi politik yang dapat diterima oleh semua pihak. Resolusi konflik ini menjadi prioritas penting untuk mengembalikan perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.

Konflik Ukraina-Rusia telah menarik perhatian dunia internasional dan menjadi sumber kekhawatiran mengenai kestabilan geopolitik. Upaya diplomasi terus dilakukan untuk mencari jalan keluar yang dapat memenuhi kepentingan semua pihak yang terlibat dan mengakhiri konflik ini secara damai.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x