Jadi Perjuangan Panjang, Begini Kronologi Sengketa Tanah di Dago Elos Menurut LBH Bandung

- 15 Agustus 2023, 17:12 WIB
Jadi perjuangan panjang, begini kronologi sengketa tanah di Dago Elos menurut pihak LBH Bandung.
Jadi perjuangan panjang, begini kronologi sengketa tanah di Dago Elos menurut pihak LBH Bandung. /Pexels/Sora Shimazaki

PR DEPOK - Eskalasi bentrokan antara aparat kepolisian dan warga Dago Elos, Bandung, Jawa Barat, pada Senin, 14 Agustus 2023, memiliki latar belakang yang kompleks. Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, permasalahan ini bermula sejak tahun 2019.

 

Dilaporkan oleh LBH Bandung, Keluarga Muller yang merupakan ahli waris menggugat warga Dago Elos bernama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller. Mereka mengklaim sebagai keturunan George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada zaman penjajahan Belanda.

"Ketiganya saat ini adalah warga negara Indonesia (WNI) dan mengklaim bahwa sebidang tanah seluas 6,3 hektar di Dago Elos telah diwariskan kepada mereka," jelas LBH Bandung dalam pernyataannya yang dilihat oleh Pikiran Rakyat pada Selasa, 15 Agustus 2023.

Pada awalnya, tanah ini ditempati oleh Pabrik NV Cement Tegel Fabriek dan Materialen Handel Simoengan, serta tambang pasir dan kebun-kebun kecil. Namun, situasinya telah berubah drastis seiring berjalannya waktu.

Baca Juga: 7 Tempat Makan Sate di Pacitan dengan Bumbu Meresap, Ada Tongseng Balungan

Kini, di atas tanah tersebut berdiri kantor pos, Terminal Dago, dan sebagian besar ditempati oleh rumah-rumah warga RT1 dan RT2 dari RW2 Dago Elos. Namun, tidak semua warga RW2 menempati seluruh luas tanah 6,3 hektar yang diklaim oleh keluarga Muller.

Menurut LBH Bandung, klaim tanah ini berasal dari konsep hak milik dalam hukum pertanahan kolonial Belanda yang dikenal dengan Eigendom Verponding. Tanah seluas 6,3 hektar ini terbagi menjadi tiga bagian: nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.780 meter persegi. Sertifikat tanah ini dikeluarkan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda pada tahun 1934.

LBH Bandung menjelaskan bahwa hak ini pada awalnya seharusnya menjadi bagian dari proses nasionalisasi tanah bekas kolonial Belanda atau setidaknya dapat dikonversi menjadi hak milik sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dalam waktu maksimal 20 tahun sejak diberlakukannya UUPA.

Namun, selama lebih dari 50 tahun, keluarga Muller tidak pernah melaksanakan kewajiban mereka untuk melakukan pendaftaran ulang. Bahkan, mereka membiarkan tanah tersebut terbengkalai tanpa penggunaan fisik, padahal tanah ini telah menjadi sumber penghidupan bagi warga kampung Dago Elos.

Baca Juga: Densus 88 Tangkap Karyawan KAI, Diduga Teroris Jaringan ISIS

Putusan Mahkamah Agung

Pada tahun 2020, pada saat pandemi Covid-19 melanda, berita tentang kemenangan muncul. Melalui putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019, Mahkamah Agung mengambil keputusan bahwa eigendom verponding atas nama George Henrik Muller telah berakhir karena tidak dikonversi paling lambat pada tanggal 24 September 1980.

Putusan tersebut merujuk pada Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat yang menyatakan:

“Tanah Hak Guna, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai asal konversi hak barat, jangka waktu akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara”.

Baca Juga: 3 Cara Cairkan Bansos BPNT Agustus 2023 Secara Tunai di Kantor Pos

Keputusan ini menegaskan bahwa klaim tanah yang diajukan oleh keluarga Muller tidak dapat mengubah atau mengalihkan hak atas tanah di Dago Elos yang sudah jelas dihuni oleh PT Dago Inti Graha.

Perubahan Situasi

Sebagai respons terhadap putusan Kasasi, para warga segera berusaha untuk mendaftarkan tanah mereka kepada Badan Pertanahan Negara Kota Bandung. Sejak 21 Januari 2021, warga Kampung Dago Elos, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, telah mengajukan permohonan sertifikasi pendaftaran tanah kepada Kantor Agraria dan Pertanahan (ATR/BPN) Kota Bandung. Namun, hingga saat ini, permohonan ini belum mendapatkan respons dari kantor BPN Kota Bandung.

"Tidak ada tanggapan dari kantor BPN Kota Bandung selama lebih dari satu tahun. Pada akhirnya, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022 setelah adanya upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan oleh pihak Heri Muller," ujar LBH Bandung.

Baca Juga: 7 Daftar Bakso Terenak di Blora yang Wajib Dicoba, Cus OTW ke Alamat Ini Yuk

"Keadaan pun berubah, dengan putusan Peninjauan Kembali tersebut, gugatan pihak keluarga Muller yang sebelumnya ditolak dalam kasasi, kini diterima," tambahnya.

LBH Bandung menilai bahwa para hakim agung, sebagai perwakilan negara, seharusnya memahami hukum dengan baik. Namun, mereka justru mengeluarkan putusan yang memihak penggugat tanpa mempertimbangkan situasi warga yang telah menghuni dan menggarap tanah selama bertahun-tahun. Putusan ini dianggap merusak rasa keadilan masyarakat.

Putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022 menetapkan bahwa Heri Hermawan Muller dan rekan-rekannya berhak memiliki tanah Eigend

om Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742 seluas 6,3 Hektar. Oleh karena itu, pengadilan menyatakan bahwa pihak Heri Muller berhak mengajukan permohonan sertifikasi hak atas tanah ini.

Baca Juga: 3 Cara Cairkan Bansos BPNT Agustus 2023 Secara Tunai di Kantor Pos

Selain itu, dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022, dijelaskan bahwa pengalihan hak atas tanah dari Heri Muller dan rekan-rekannya kepada Penggugat IV PT Dago Inti Graha, yang diatur dalam Akta Nomor 01 tanggal 01 Agustus 2016, terkait tiga bidang tanah yakni objek tanah Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742, adalah sah menurut hukum.

"Perbedaan yang signifikan terlihat antara Putusan Peninjauan Kembali dan putusan Kasasi sebelumnya," ungkap LBH Bandung.

"Dalam putusan kasasi, penolakan terhadap gugatan Heri Muller dan rekan-rekannya terasa ambigu dan tidak tegas, sementara dalam Putusan Peninjauan Kembali, penerimaan terhadap gugatan Heri Muller dan rekan-rekannya jelas dan tegas, bahkan mencakup perintah untuk menyertifikasi objek tanah Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742," tambahnya.***

Disclaimer: Artikel ini pernah tayang sebelumnya di situs Pikiran Rakyat dengan judul 'Kronologi Sengketa Lahan di Dago Elos Menurut LBH Bandung, Konflik Panjang Antara Warga dan Keluarga Muller'.

Editor: Tesya Imanisa

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah