"Tapi ada ya, saya gak tau ini siapa yang ngomong, pokoknya ada terdengar sianida. Saya langsung bilang, karena itu kasus tidak wajar kan. Kita diajari di forensik, kalau mati tidak wajar harus diotopsi, karena tanpa otopsi, tidak ada sebab mati," ungkap sang dokter.
Saat itu, karena mendengar 'selentingan' informasi terkait sianida yang diduga menjadi penyebab kematian Mirna, dr. Djaja menyarankan agar dilakukan otopsi secara menyeluruh sebelum dilakukan pengawetan. Sayangnya, pihak keluarga Mirna tidak mengizinkan.
"Karena saya bilang haru otopsi, nah, disitulah saya ketemu sama bapaknya (Mirna). Dia bilang dia tidak mau otopsi," ucap dr. Djaja.
Karena adanya penolakan dari pihak keluarga, dr. Djaja akhirnya melakukan pemberian formalin pada jasad Mirna Salihin atas izin dari polisi, meskipun saat itu penyebab kematian belum dipastikan.
Baca Juga: Bansos PKH dan BLT BPNT Cair Oktober 2023, Begini Cara Daftar dan Cek Penerima Online
Sebagai informasi, jasad yang sudah diformalin, apabila nantinya dilakukan otopsi, bisa saja hal ini akan mengubah hasil otopsi, misalnya ada kemungkinan terjadi kemasukan formalin pada lambung.
Pengambilan Sampel Jasad Mirna Salihin
Tak berselang lama, dr. Djaja mengungkapkan bahwa keluarga Mirna tiba-tiba mengizinkan proses otopsi, jasad Mirna akhirnya dibawa dari rumah duka ke RS Polri, untuk dilakukan otopsi oleh dr. Slamet Purnomo.
"Pas malemnya, malem kembang (3 hari setelah kematian), besok mau dikubur, tau-tau oke mau otopsi. Nah, kemudian ya udah, mau diotopsi dibawalah tuh jam 11 malam," kata dr. Djaja.
Baca Juga: Recommended! 6 Lokasi Mie Ayam Paling Nikmat dengan Porsi Melimpah di Bantul, Yogyakarta
Sayangnya, pihak keluarga Mirna kembali mencabut izinnya, mereka tidak memperbolehkan dr. Slamet melakukan otopsi secara menyeluruh kepada Mirna, akhirnya hanya dilakukan pengambilan sampel dari beberapa bagian tubuh.