MK Terima Berkas Amicus Curiae PHPU Pilpres 2024, Begini Kata Aliansi Pelapor yang Berjumlah 303 Orang

- 29 Maret 2024, 15:28 WIB
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna (tengah) didampingi dua anggota MKMK Ridwan Mansyur (kiri) dan Yuliandri (kanan) memimpin sidang putusan pelanggaran kode etik di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024). ANTARA FOTO/Andre Kuat/app/tom/am.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna (tengah) didampingi dua anggota MKMK Ridwan Mansyur (kiri) dan Yuliandri (kanan) memimpin sidang putusan pelanggaran kode etik di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024). ANTARA FOTO/Andre Kuat/app/tom/am. /Dok. ANTARA FOTO/Andre Kuat/app/tom/am./

PR DEPOK - Mahkamah Konstitusi (MK) terima pengajuan Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan untuk majelis hakim yang mengadili perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 dari aliansi akademisi dan masyarakat sipil, Kamis, 28 Maret 2024.

Dalam pihak penerima pengajuan berkas tersebut ialah Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol MK Budi Wijayanto serta Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama dalam Negeri Andi Hakim.

Budi Wijayanto menyampaikan bahwa pihaknya akan menyampaikan Amicus Curiae ini kepada Ketua MK Suhartoyo dan hakim lainnya. Dia pun mengapresiasi atas perhatian yang pengajuan aliansi akademisi dan masyarakat sipil tersebut.

Diketahui bahwa sebanyak 303 orang dari akademisi maupun masyarakat sipil mengajukan menjadi Amicus Curiae. Untuk tim pengajuan tersebut terdiri dari Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Benediktus Hestu Cipto Handoyo, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Dian Agung Wicaksono.

Baca Juga: Ini Alasan Timnas AMIN Minta Hadirkan 4 Menteri dalam Persidangan dan Didukung TPN Ganjar-Mahfud

Selanjutnya ada Dosen Fakultas Hukum UGM Rimawan Pradiptyo, Dosen Fakultas Hukum UGM Marcus Priyo Gunarto, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto.

Dalam penyerahan berkas pengajuan Amicus Curiae diserahkan oleh perwakilan Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil, yakni Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto serta Pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun.

Kemudian Ubedillah berujar bahwa secara pokok ada sembilan berkas untuk sembilan hakim, akan tetapi pihaknya meminta supaya Amicus Curiae hanya diberikan kepada delapan Hakim MK.

Baca Juga: Inilah 7 Rumah Makan Terenak di Cirebon, Rasanya Paling Direkomendasikan untuk Pendatang

Hal itu disebabkan karena ada satu hakim yang tidak diperbolehkan untuk ikut mengadili perkara PHPU, yakni Anwar Usman yang sebelumnya telah ditetapkan melanggar kode etik oleh MKMK.

"Naskah Amicus ini adalah bagian penting dari partisipasi publik, dari kaum cendekiawan, para guru besar, para akademisi, termasuk juga masyarakat sipil yang berjumlah 303 orang," kata dia menjelaskan, seperti dikutip dari ANTARA.

"Kami berdiskusi sangat panjang untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan dengan basis ilmu pengetahuan," imbuh dia menyampaikan.

Baca Juga: Jasa Marga Sediakan 25 Titik Pengisian Kendaraan Listrik Umum, Berikut Lokasinya

Seperti yang dikatakan dia, bahwa pihaknya berharap supaya perkara PHPU Pilpres yang saat ini sedang dalam proses di persidangan dapat diputuskan secara adil.

Dia pun menjelaskan bahwa diputuskan secara adil yang dimaksud bukan dalam arti digolkan, melainkan diputuskan yang konsekuensinya bisa dimenangkan dan bisa juga dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.

Hal yang sama pun juga dikatakan oleh Sulistyowati Irianto. Seperti yang dikatakannya, bahwa ia berharap supaya MK dapat memberikan keadilan yang bersifat substantif dalam pemenangan perkara PHPU Pilpres 2024 yang sedang dalam proses peradilan ini.

Baca Juga: Segera Dibuka! Cek Bocoran Jadwal Pendaftaran CPNS dan PPPK 2024 Lengkap Link dan Dokumen yang Dibutuhkan

"Besar sekali harapan kami bahwa hakim Mahkamah Konstitusi tidak hanya memberikan keadilan yang sifatnya prosedural formal saja atau keadilan angka-angka saja," jelas Sulistyowati Irianto.

"Tapi juga memberikan keadilan substantif. Jadi, melihat perkara secara holistik, melihat segala proses karena hasil itu tergantung pada prosesnya," pungkasnya.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x