PB PMII Akan Lakukan Uji Materi ke MK, Berikut 7 Poin Penolakan terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja

- 6 Oktober 2020, 22:25 WIB
Ilustrasi buruk berunjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja.
Ilustrasi buruk berunjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja. /Tommi Andryandy/Pikiran-rakyat.com

PR DEPOK – Menyusul disahkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) membuat pernyataan sikap.

Terdapat tujuh poin penolakan terhadap UU Cipta Kerja.

Ketua Umum PB PMII Agus Mulyono Herlambang menyatakan akan melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

PB PMII akan melakukan uji materi ke MK terkait UU Ciptaker, sebab sebelumnya kami pernah melakukan uji materi UU MD3 ke MK. Jadi kami tidak segan-segan,” kata Agus dalam rilis yang diterima wartawan Pikiranrakyat-depok.com pada Selasa 6 Oktober 2020.

Berikut poin-poin penolakan substansi PB PMII terhadap UU Cipta Kerja.

1. PB PMII kecewa karena DPR dan pemerintah tidak peka dan tidak fokus untuk mengurus dan menyelesaikan persoalan Covid-19.

DPR dan pemerintah justru membuat regulasi yang tidak berpihak pada rakyat.

Baca Juga: Waaster Kasdam IV Diponegoro Sempat Semangati Para Punggawa Lapangan di TMMD Kalinusu

2. PB PMII mengatakan bahwa DPR dan pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional.

3. PB PMII berpendapat bahwa proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan cenderung eksklusif.

Proses pembuatan undang-undang tersebut dinilai melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asas keterbukaan sesuai Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang.

4. PB PMII merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi regulasi, sebab DPR dan pemerintah berkilah bahwa Omnibus Law akan memangkas banyak aturan yang dinilai over regulated.

Namun, faktanya pendelegasian pengaturan lebih lanjut seperti yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) justru dikhawatirkan akan memakan waktu lama dan menghambat kegiatan yang ada di dalam UU Cipta Kerja.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Dinilai Cacat dan Rugikan Buruh, PKS Desak Jokowi Terbitkan Perppu Cabut Omnibus Law

5. PB PMII menyatakan DPR dan pemerintah tidak pro terhadap rakyat kecil, khususnya kaum buruh.

Poin tersebut disimpulkan usai terdapat beberapa pasal bermasalah dan kontroversial yang terdapat dalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.

Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 59 terkait kontrak tanpa batas, Pasal 79 tentang hari libur yang dipangkas, Pasal 88 terkait pengubahan upah pekerja.

Kemudian, Pasal 91 yang menghapus aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan.

Lalu yang terakhir yaitu Pasal 169 yang menghapus hak pekerja atau buruh dalam permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

6. PB PMII merasa miris bahwa DPR dan pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja.

Hal ini disebabkan UU Cipta Kerja membuat Tenaga Kerja Asing (TKA) lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) tanpa izin lainnya.

Baca Juga: Hendak Unjuk Rasa Soal Pengesahan UU Cipta Kerja, Pihak Kepolisian Amankan Puluhan Pelajar SMA

7. PB PMII kecewa terhadap DPR dan pemerintah karena mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukkan aturan pelaksanaan perizinan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP).

PB PMII sendiri dengan tegas dengan menyatakan sikap penolakan terhadap UU Cipta Kerja karena dianggap sama sekali tidak berpihak pada rakyat kecil.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: PB PMII


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x