Polemik UU Ciptaker bagi Pekerja, Tak Bisa Ajukan PHK Jika Dirugikan hingga Hak Permohonan Dihapus

- 3 November 2020, 14:54 WIB
Massa melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law.
Massa melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law. /RRI

PR DEPOK - Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah resmi menekan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada Senin, 2 November 2020 yang diundangkan dalam nomor 11 tahun 2020.

Berdasarkan isi draf, UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja/buruh dalam mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK), jika merasa dirugikan oleh perusahaan seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari RRI.

Ketentuan tersebut, sebelumnya telah diatur dalam Pasal 169 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang ketenagakerjaan.

Baca Juga: 204.608 KK di Jabar Belum Nikmati Listrik, PLN Upayakan Perubahan ke 'Electrifiying Lifestyle'

Namun, dalam Omnibus Law Bab IV tentang ketenagakerjaan, penghapusan ketentuan yang dimaksud diatur dalam pasal 81 angka 58.

Pasal 169 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan melakukan hal berikut.

a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh,

b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,

Baca Juga: Sekolah di Prancis Kembali Dibuka, Siswa dan Guru Heningkan Cipta Kenang Samuel Paty Diawasi Tentara

c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih,

d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh,

e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan,

f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

Baca Juga: Indonesia Tetap dapat Fasilitas GSP dari Amerika Serikat, Tarif Bea Masuk Alami Penurunan

Pada ketentuan tersebut, juga diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam pasal 156.

Dalam pasal 169 ayat (3) juga menyebut, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja.

Namun, dalam pasal 169 itu, seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja melalui ketentuan di pasal 81 angka 58.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Sah Diteken Jokowi, KSPI Sebut Omnibus Law Dapat Kurangi Nilai Pesangon Buruh

"Pasal 169 dihapus," demikian bunyi pasal tersebut.

Diketahui, Presiden Joko Widodo telah menekan omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja setelah disetujui untuk disahkan dalam Rapat Paripurna DPR sejak 5 Oktober 2020.

Beleid tersebut diberi nomor UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU Nomor 11 Tahun 2020 berisi 1.187 halaman.

Beleid tersebut diundangkan pada Senin (2/11/2020) dan sudah diunggah di situs resmi Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg) dan bisa diakses oleh publik.

Baca Juga: Pilpres AS Picu Perpecahan Keluarga, Seorang Ibu Tak Lagi Diakui Anaknya Setelah Pilih Donald Trump

Dengan demikian, seluruh ketentuan dalam UU Cipta Kerja mulai berlaku sejak 2 November 2020.

UU Cipta Kerja menghapus sejumlah ketentuan lama dalam UU Ketenagakerjaan, Perpajakan, dan sejumlah UU lainnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah