Astronom: 6 Miliar Planet Mirip Bumi di Galaksi Bima Sakti

- 18 Juni 2020, 19:21 WIB
FOTO galaksi Bimasakti dari teleskop Hubble Space.*
FOTO galaksi Bimasakti dari teleskop Hubble Space.* /Instagram @nasahubble/

PR DEPOK - Setidaknya terdapat 6 miliar planet mirip Bumi di Galaksi Bimasakti, menurut perkiraan baru oleh para astronom Universitas British Columbia menggunakan data dari misi Kepler NASA.

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Science Daily Kamis, 18 Juni 2020 Agar dapat dianggap seperti Bumi, sebuah planet harus berbatu, kira-kira seukuran Bumi dan mengorbit seperti Matahari (tipe-G).

Ia juga harus mengorbit di zona layak huni bintangnya-rentang jarak dari bintang dimana sebuah planet berbatu dapat menampung air cair, dan berpotensi bagi kehidupan di permukaannya.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Video Warga Amerika Teriak 'Vote Jokowi' dalam Protes Black Lives Matter

"Perhitungan saya menempatkan batas atas 0,18 planet mirip Bumi per bintang tipe G," kata peneliti UBC Michelle Kunimoto, rekan penulis studi baru di The Astronomical Journal.

"Memperkirakan betapa beragamnya jenis planet di sekitar bintang yang berbeda dapat memberikan kendala penting pada teori pembentukan dan evolusi planet, dan membantu mengoptimalkan misi di masa depan yang didedikasikan untuk menemukan planet ekstrasurya," ujarnya.

Menurut astronom UBC Jaymie Matthews, "Bima Sakti kita memiliki sebanyak 400 miliar bintang, dengan tujuh persen di antaranya adalah tipe-G. Itu berarti kurang dari enam miliar bintang mungkin memiliki planet mirip Bumi di Galaksi kita."

Baca Juga: Soal Klaim dalam Buku John Bolton, Tiongkok Bantah Bantu Donald Trump Menangi Pilpres AS

Perkiraan sebelumnya tentang frekuensi planet mirip Bumi berkisar dari sekitar 0,02 planet yang berpotensi layak huni per bintang seperti Matahari, hingga lebih dari satu per bintang seperti Matahari.

Biasanya, planet-planet seperti Bumi lebih berpotensi terlewatkan oleh pencarian planet daripada jenis lainnya, karena mereka sangat kecil dan mengorbit sejauh ini dari bintang-bintang mereka.

Itu berarti bahwa katalog planet hanya mewakili sebagian kecil dari planet-planet yang sebenarnya mengorbit di sekitar bintang-bintang yang dicari.

Baca Juga: John Bolton Sebut Donald Trump Minta Bantuan Tiongkok untuk Menangi Pilpres Tahun Ini

Kunimoto menggunakan teknik yang dikenal sebagai 'pemodelan ke depan' untuk mengatasi tantangan ini.

"Saya mulai dengan mensimulasikan populasi penuh planet ekstrasurya di sekitar bintang yang dicari Kepler," imbuhnya.

"Saya menandai setiap planet sebagai 'terdeteksi' atau 'terlewatkan' tergantung pada seberapa mungkin algoritma pencarian planet saya akan menemukannya. Kemudian, saya membandingkan planet yang terdeteksi dengan katalog planet yang sebenarnya. Jika simulasi menghasilkan kecocokan yang dekat, maka populasi awal kemungkinan merupakan representasi yang baik dari populasi sebenarnya planet yang mengorbit bintang-bintang itu," tuturnya.

Baca Juga: Presiden Honduras Dinyatakan Positif Virus Corona Berserta Istri dan Dua Pembantunya

Penelitian Kunimoto juga menjelaskan lebih lanjut tentang salah satu pertanyaan paling menonjol dalam sains planet ekstrasurya saat ini: 'celah jari-jari' planet.

Celah jari-jari menunjukkan bahwa, tidak lazim bagi planet dengan periode orbit kurang dari 100 hari untuk memiliki ukuran antara 1,5 dan dua kali ukuran Bumi.

Dia menemukan bahwa celah jari-jari ada pada rentang periode orbit yang jauh lebih sempit daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Baca Juga: 20 Tahun Jadi Supeltas, Penyandang Disabilitas Ini Dapat Penghargaan

Hasil pengamatannya dapat memberikan kendala pada model evolusi planet yang menjelaskan karakteristik celah jari-jari.

Sebelumnya, Kunimoto mencari data arsip dari 200.000 bintang misi Kepler NASA.

Dia menemukan 17 planet baru di luar Tata Surya, atau planet ekstrasurya, selain memulihkan ribuan planet yang sudah dikenal.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Science Daily


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah