PR DEPOK - Sekolah swasta di Indonesia identik dengan tempat menimba ilmu bagi kelas menengah atas atau orang kaya.
Pendapat soal sekolah swasta sebagai tempat menimba ilmu bagi kalangan atas dan elite menjadi konkret ketika Livy Renata viral dengan latar belakang kehidupannya di sekolah swasta.
Viralnya Livy Renata timbul dari keterkejutan komika dan sejumlah artis terhadap realitas kehidupan Livy Renata di sekolah swasta mulai dari uang sekolah, uang jajan, moda transportasi, sampai kegiatan bolos sekolah.
Alhasil, selain viral keterkejutan terhadap realitas kehidupan Livy Renata memancang kesenjangan sosial antara sekolah swasta dengan negeri.
Namun, secara historis sekolah swasta adalah gerakan alternatif untuk melakukan perlawanan terhadap politik pendidikan di Hindia Belanda.
Andrew Goss dalam Belenggu Ilmuwan dan Pengetahuan: Dari Hindia Belanda sampai Orde Baru (2014) mengatakan bahwa setelah Boedi Oetomo berdiri 5 tahun dan berhasil mempengaruhi kebijakan pendidikan di Hindia Belanda, tetapi usaha perubahan melalui politik legislatif mengalami kemandekan dan kebuntuan.
Boedi Oetomo mengusahakan pendidikan setaraf universitas, bukan sekadar pendidikan vokasi. Namun, wacana tersebut mendapat banyak penolakan dari pejabat kolonial dan editor koran Belanda.
Kebuntuan dan kemandekan tersebut mendesak para kaum intelektual dalam Boedi Oetomo di Hindia Belanda untuk mengembangkan pendidikan dan institusi secara mandiri.