Kemendikbud Naikkan Anggaran Perguruan Tinggi hingga 70 Persen Tahun 2021 dengan Catatan

- 4 November 2020, 13:24 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim. /Pikiran Rakyat./

PR DEPOK - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menaikkan anggaran untuk perguruan tinggi hingga 70 persen pada tahun 2021.

Kebijakan tersebut diungkapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Anwar Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar episode keenam di Jakarta, Selasa.

"Kabar gembira pada 2021, Kemendikbud akan meningkatkan total anggaran yang disalurkan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebesar 70 persen."

Baca Juga: Usai Dapatkan Tiket Pulang, Habib Rizieq Ungkap 2 Agenda saat Tiba di Indonesia

"Tetapi peningkatan anggaran itu, komponen terbesarnya harus berdasarkan kinerja dan berdasarkan program dan berbasis proposal yang baik dan berbasis misi diferensiasi masing-masing perguruan tinggi," ujar Nadiem.

Lebih lanjut, kata dia, intinya Kemendikbud akan meningkatkan anggaran perguruan tinggi tetapi dengan catatan peningkatan yang diharapkan tersebut tercapai.

Terdapat tiga tujuan utama dalam meningkatkan pendanaan perguruan tinggi tersebut. Pertama, adalah lulusan yang bisa produktif mendapatkan pekerjaan dalam waktu singkat dan punya penghasilan yang layak.

Kedua, adalah untuk dosen-dosen agar lebih mengerti kebutuhan dan kompetensi yang relevan bagi lulusan. Sehingga sesuai dengan kebutuhan rill di masyarakat dan industri.

Baca Juga: Sudah Kantongi Tiket Kepulangan, Habib Rizieq Dipastikan Kembali ke Indonesia

Selanjutnya ketiga, kurikulum dan pembelajaran yang lebih mengasah keterampilan yang dibutuhkan di masyarakat, yakni kemampuan kolaborasi dan pemecahan masalah.

"Kita telah menyederhanakan untuk perguruan tinggi yang melakukan perubahan. Ada delapan indikator utama yang akan dimonitor dan diapresiasi dalam bentuk pendanaan oleh Kemendikbud," ujar Nadiem, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Nadiem mengatakan, sebelumnya banyak indikator yang harus dicapai dan terkadang membingungkan serta membuat perguruan tinggi terjebak dalam urusan administrasi.

"Jadi kami sederhanakan dengan delapan indikator saja. Pertama, kami ukur dari sisi kualitas lulusan adalah apakah lulusan mendapat pekerjaan yang layak. Jadi bukan hanya penyerapan di dunia pekerjaan, tapi juga gaji mereka. Tentunya ini adalah output matrik yang sangat penting," ucap Nadiem.

Baca Juga: Israel Semakin Khawatir Soal Hasil Pilpres AS 2020, Terlebih Jika Joe Biden Memenangkan Pertarungan

Kedua, berapa jumlah mahasiswa di kampus itu yang mendapat pengalaman di luar kampus, seperti mengerjakan Project Based Learning, magang, mengajar, riset, proyek sosial atau berwirausaha di luar lingkungan kampus.

Ketiga, berapa jumlah dosen yang punya pengalaman dan kegiatan di luar kampus. Pengalaman di industri, kampus lain dna bagaimana pengalaman mereka dalam mencari perspektif baru, mencari pengalaman baru, dan pengalaman baru.

Keempat, berapa jumlah praktisi yang diundang untuk mengajar di kampus tersebut, berapa jumlah praktisi dari berbagai macam sektor, yang diundang untuk mengajar berbagai macam mata kuliah.

"Ini yang kita maksud dengan "link and match". Ini ujung-ujungnya adalah manusia. Bagaimana kampus itu membuka dengan berbagai macam jenis dosen yang datang untuk mengajar, walaupun mereka masih di industri atau di sektor-sektor lain," ujarnya.

Baca Juga: Survey Terbaru di Pilpres AS: Pemilih Lebih Mempertimbangkan Ekonomi Ketimbang Covid-19

Kelima, riset dosen dan berapa jumlah riset yang dilakukan dosen di dalam kampus tersebut yang menghasilkan suatu manfaat nyata, baik dari sisi inovasi produk, inovasi kebijakan, dan lainnya.

Keenam, adalah berapa program studi yang bekerja sama dengan mitra kelas dunia. Mitra itu bisa dari industri kelas dunia, kampus kelas dunia, LSM kelas dunia.

"Semakin banyak prodi yang bermitra dengan berbagai sektor, semakin besar pernikahan masal yang terjadi, dan makin banyak manfaaat untuk mahasiswa," ujar Nadiem.

Ketujuh, mengukur berapa jumlah mata kuliah yang penilaiannya berbasis proyek, kerja sama untuk menciptakan suatu portofolio, menciptakan suatu hasil.

Baca Juga: Ganjar Tegas Pilih Megawati daripada Jokowi, Refly Harun: Tanpa Bu Mega Bisa Mati Karier Politiknya

"Kedepan kita ingin di dalam kelas lebih ke pembelajaran bebasis proyek dan studi kasus, yang mana ajakan mengasah kemampuan berpikir kritis dan mengasah hal-hal penting," kata Nadiem.

Kedelapan, berapa program studi yang punya standar internasional. Terlihat dari berapa program studi yang punya akreditasi tingkat internasional.

"Bagi para rektor dan dosen, harus memikirkan apa yang sebenarnya diinginkan dalam benak Kemendikbud sekarang ini. Delapan indikator ini menjelaskan arah perubahan tersebut," kata Nadiem menambahkan.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x