Dokter Spesialis Ungkap Hasil Rapid Test Tidak Mutlak Buktikan Kondisi Pasien Sesungguhnya

25 Maret 2020, 06:05 WIB
PERANGKAT rapid test untuk mendeteksi virus corona.* /Antara/

PIKIRAN RAKYAT – Pekan ini pemerintah mulai melakukan rapid test di wilayah Jakarta yang menjadi lokasi dengan tingkat penyebaran virus corona tertinggi di Indonesia.

Deteksi virus corona sebagai penyebab penyakit COVID-19 yang direkomendasikan WHO adalah metode real time Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dilanjutkan dengan tahap sequencing untuk mengkonfirmasi diagnosis infeksi pandemi.

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari situs resmi Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn), deteksi antibodi atau zat dalam darah yang berfungsi untuk menghancurkan virus dan bakteri terhadap COVID-19 dengan metode rapid test hingga kini belum ditemukan penjelasan terkait kinetika antibodi virus corona.

Baca Juga: Satu Dosen UI Berstatus PDP Virus Corona Meninggal, Uji Lab Belum Keluar

Antibodi terhadap COVID-19 terbentuk dalam beberapa hari setelah masuknya virus ke dalam tubuh dan tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Selain itu, masa terbentuknya antibodi tersebut belum disebutkan secara jelas pada beberapa penelitian yang telah dilakukan para ahli.

Hanya terdapat satu publikasi yang menyatakan antibodi dapat dideteksi dengan metode rapid test minimal pada hari ke 6 setelah infeksi virus.

Baca Juga: Kota Depok Belum Terima Alat Tes Masif Virus Corona, Rapid Test Kembali Ditunda

Namun, sebagian besar antibodi terdeteksi pada hari ke 8 hingga sejak timbulnya gejala.

Saat ini, antibodi terhadap COVID-19 belum terbukti dapat menentukan infeksi akut.

Sehingga rapid test nyatanya belum direkomendasikan untuk tahap diagnostik.

Baca Juga: Rapid Test Virus Corona Akan Dilakukan untuk Anggota DPR, Ibas: Kami Menolaknya

Maka kinetika antibodi terhadap COVID-19 masih perlu penelitian lebih lanjut.

Selain itu, metode rapid test belum dibuktikan validitasnya mengenai antigen dan prinsip yang digunakan, variasi waktu pengambilan spesimen, batas deteksi masing-masing rapid test, interferens, hingga berbagai kondisi yang dapat menyebabkan hasil false positive dan false negatif serta belum diketahui adanya izin edar resmi dari pihak terkait.

Hingga saat ini, hasil deteksi dini pada metode rapid test harus diinterpretasi dengan sangat hati-hati mengingat hasil positif tidak bisa benar-benar dipastikan terinfeksi virus corona.

Baca Juga: Update Virus Corona di Indonesia Selasa, 24 Maret 2020: Kasus Positif COVID-19 Menjadi 686 Orang

Sedangkan hasil negatif masih memiliki kemungkinan adanya infeksi sehingga tetap berpotensi menularkan virus corona pada orang lain.

Hal-hal yang dapat menyebabkan hasil false positive antara lain kemungkinan cross reactive antibodi dengan berbagai virus lain seperti corona, dengue, dan infeksi lampau dengan pandemi ini.

Sedangkan hal-hal yang dapat menyebabkan hasil false negatif diantaranya belum terbentuknya antibodi saat pengambilan sampel atau masih dalam masa inkubasi virus, dan pasien memiliki gangguan pembentukan antibodi.

Baca Juga: Batalkan Ujian Nasional, Nadiem Makarim Berikan Sejumlah Alasannya

Berdasarkan kondisi tersebut jika ditemukan hasil rapid test positif maka harus dikonfirmasi ulang melalui metode pemeriksaan PCR.

Namun jika rapid test menunjukan hasil negatif maka harus dilakukan pengambilan sampel ulang pada 7 hingga 10 hari kemudian.

Meski begitu, pemeriksaan antibodi COVID-19 masih dapat dipertimbangkan sebagai indikasi paparn infeksi virus corona sehingga dapat digunakan sebagai studi epidemiologi dan penelitian lebih lanjut.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: PDS PatKLIn

Tags

Terkini

Terpopuler