PR DEPOK – Program e-Warong (elektronik warung gotong royong) kedapatan menjual barang jauh lebih mahal.
Padahal, program e-Warong yang diluncurkan pada pemerintah pada 2016 yang dimaksudkan menjadi tempat menjual barang lebih murah agar dapat dibeli oleh orang miskin yang dapat Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Program e-Warong yang kedapatan menjual barang jauh lebih mahal ini turut ditanggapi Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.
Perempuan yang akrab disapa Risma ini mengatakan bahwa pihak Kemensos tengah menyusun konsep digitalisasi yang baru dan tidak bisa dimonopoli oleh oknum-oknum tertentu.
“Kemarin (e-Warong) banyak yang ditindaklanjuti di Kejaksaan Agung maupun di kepolisian. Salah satu kesimpulannya adalah bagaimana e-Warong ini bisa tidak dimonopoli kemudian konsepnya adalah Any-Warong,” kata Risma seperti dilansir Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.
Mensos menyebutkan nama aplikasi pengganti e-Warong ini akan menjadi Any-Waroeng. Menurut dia, Any-Waroeng akan mengedepankan asas gotong royong dengan tetap berbasis elektronik yang mendukung perkembangan zaman.
Lebih lanjut, mantan Wali Kota Surabaya ini menilai bahwa Any-Waroeng ini menjadi formula terbaru untuk menghadirkan bantuan sosial berkeadilan.
“Konsepnya digitalisasi sehingga penerima manfaat tidak perlu harus melakukan pencetakan kartu dan sebagainya yang tentunya akan sangat mahal," tutur dia.
"Ada beberapa daerah yang kartunya dipegang oleh pendamping masing masing daerah, karena itu program seperti ini akan mengurangi kecurangan-kecurangan,” katanya lagi.
Baca Juga: Ingin Tingkatkan Sistem Kekebalan Tubuh? Berikut 6 Suplemen Terbaik yang Dapat Dikonsumsi
Sama seperti e-Warong, nantinya Any-Waroeng juga dapat digunakan untuk memenuhi pilihan kebutuhan keluarga penerima manfaat (KPM) dengan menjual barang-barang dan keperluan keluarga dengan harga murah.
Selain pengadaan Any-Waroeng, Kemensos juga akan tetap melanjutkan berbagai program untuk berkontribusi dalam pemulihan ekonomi dan menjadi landasan menuju Indonesia Maju pada tahun 2045.
Sebab selama pandemi Covid-19, keluarga miskin dan rentan di Indonesia banyak menghadapi masalah seperti banyaknya PHK, pengurangan jam kerja yang berpengaruh pada menurunnya daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Angka kemiskinan pada September 2020 naik 0,97 persen atau sebanyak 27,55 juta dibandingkan September 2019 yang tercatat sebanyak 24,72 juta.***