PIKIRAN RAKYAT - Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai keputusan Amerika Serikat (AS) memasukan Indonesia dalam daftar negara maju berpotensi menimbulkan beberapa dampak negatif kepadanya.
Fithra mengatakan bahwa konteks ini mengarah pada politis dari pada teknis yaitu ingin mengeluarkan Indonesia dari fasilitas yang biasa diterima oleh negara berkembang.
Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara Fithra mengatakan ada beberapa ketentuan untuk mengklasifikasi sebuah negara menjadi negara maju, seperti sektor industrinya yang harus mampu berkontribusi terhadap Gross Domestic Product atau GDP minimal 30 persen.
Baca Juga: Ribuan Warga India Padati Stadion untuk Sambut Donald Trump
"Kalau dilihat dari akun ukuran negara maju, Indonesia belum masuk ke sana karena negara maju adalah negara yang berkontribusi terhadap GDP sudah 30 persen ke atas," kata Fithra.
Dia pun menyebutkan meskipun saat ini industri di beberapa negara maju sumbangsih terhadap GDP menurun, namun negara tersebut sudah melewati tahapan sebagai negara industri sehingga dapat dikategorikan sebagai negara maju.
"Setelah melewati tahap itu, baru bisa masuk kategori develoved. Meskipun sekarang negara maju kontribusi industri terhadap GDP turun tetapi mereka sudah melewati tahapan sebagai negara industri," ujarnya.
Selain itu, ketentuan yang dapat menentukan sebuah negara majau adalah melalui pendapatan perkapita yang harus di atas 12 ribu dolar per tahun. Sedangkan Indonesia baru sekitar 4 ribu dollar AS per tahun.
"Hal yang bisa kita lihat lainnya adalah income per kapita yang kalau negara maju itu adalah di atas 12 ribu dolar AS per tahun di mana kita di bawah 4 ribu dolar AS per tahun," katanya.