PR DEPOK – Meeting online menjadi kegiatan lumrah ketika pandemi Covid-19 muncul.
Terkadang untuk memaksimalkan kegiatan dalam meeting online berbagai perangkat dipersiapkan termasuk headset.
Namun tidak banyak yang tahu bahwa pemakaian headset secara berlebihan akan berpotensi menciptakan gangguan pendengaran.
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Indonesia (PP PERHATI KL) Jenny Bashiruddin mengatakan pemakaian headset ketika meeting online atau aktivitas lain perlu diperhatikan.
“Untuk penggunaan headset volumenya tentu tidak boleh besar-besar, setidaknya 60 persen dari volume yang ada,” kata Jenny dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari situs resmi Kemenkes pada Selasa, 1 Maret 2022.
Jenny menambahkan bila menggunakan headset selama satu jam, maka harus dilakukan istirahat setelahnya dengan durasi yang sama.
Baca Juga: Bagaimana Cara Mengisi e-HAC Domestik Terbaru di Aplikasi PeduliLindungi? Berikut Penjelasannya
Kemudian perlu dilakukan pemeriksaan telinga secara rutin seperti membersihkan kotoran telinga paling tidak sekali dalam enam bulan.
Akan tetapi jika serumennya cepat mengeras maka pemeriksaan telinga harus dilakukan tiga sampai empat bulan sekali.
Jenny menyebutkan secara prinsip telinga memiliki kelenjar sebasea dan serumen yang memproduksi kotoran di sepertiga lubang.
Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Nyata, Presiden Ukraina Minta Pembuktian Uni Eropa untuk Hadapi Invasi Rusia
Kotoran ini pada dasarnya bisa keluar sendiri, tetapi jika ingin dibersihkan secara mandiri, maka jangan menggunakan cotton bud.
Aktivitas ini bisa merusak sehingga akan lebih baik jika membersihkan bagian luar saja menggunak lap dan tidak boleh sampai masuk ke dalam telinga sebab hanya dokter atau petugas yang boleh membersihkan.
“Kita tidak merekomendasikan untuk dibersihkan sendiri, jadi caranya kalau memang kotorannya cepat banget ada harus enam bulan sekali dibersihkan,” tuturnya.
Baca Juga: Cara Cek Lolos atau Tidak Seleksi Kartu Prakerja Gelombang 23
Sementara itu bagi pekerja yang bekerja di area bising melebih Nilai Ambang Batas (NAB) 85 desibel maka disarankan melakukan pemeriksaan pendengaran satu kali dalam setahun.
“Tapi kalau dia bekerja tidak di tempat bising, tentunya pemeriksaan pendengarannya tidak usah 1 tahun sekali, bisa 2 atau 3 tahun sekali,” tuturnya.
Di sisi lain, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dr. Maxi Rein Rondonuwu menyebutkan bahwa kesehatan pendengaran adalah hal fundamental untuk diciptakan dalam siklus hidup manusia.
Baca Juga: Pemerintah Percepat Pencairan BPNT Senilai Rp600 ribu, Mensos Sebut Ada Bantuan Tambahan Rp200 ribu
Gangguan pendengaran bisa dicegah jika dilakukan identifikasi tepat waktu dan dilakukan perawatan secara cepat dan tanggap.
“Gangguan pendengaran dapat dicegah melalui tindakan preventif seperti menghindari suara bising dalam kegiatan sehari-hari. Orang dengan risiko gangguan pendengaran agar melakukan pemeriksaan secara berkala,” ujarnya.***