PTSD Lebih Banyak Dialami Perempuan Dibandingkan Laki-laki, Apa Pemicunya?

4 Mei 2024, 21:00 WIB
Dalam penelitian ditemukan bahwa PTSD lebih banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki, ini pemicunya. /Pexels/

PR DEPOK - PTSD dapat memengaruhi siapa saja yang telah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis, termasuk perempuan.

Menurut National Institute of Mental Health (NIMH) yang dilansir dari laman health.com, PTSD dapat berkembang pada usia berapa pun setelah terpapar peristiwa yang mengejutkan, menakutkan, atau berbahaya. Orang yang pernah mengalami penyerangan fisik atau seksual, pelecehan, kecelakaan, bencana, atau peristiwa serius lainnya berisiko terkena kondisi ini.

Pada tahun 2021, 3,6 persen orang dewasa mengalami PTSD, dan banyak dari mereka mungkin menderita gejala jauh sebelum diagnosis, menurut NIMH. Prevalensi PTSD pada orang dewasa lebih tinggi pada perempuan (5,2 persen) dibandingkan laki-laki (1,8 persen).

Baca Juga: Gejala PTSD yang Harus Diwaspadai, Apa Anda Mengalami Salah Satunya?

Gejala PTSD

Gejala PTSD bervariasi dalam tingkat keparahannya, kata Elspeth Cameron Ritchie, MD , kepala psikiatri di MedStar Washington Hospital Center.

Gejala PTSD bisa berupa pikiran yang mengganggu atau mimpi buruk yang hilang dengan sendirinya. Bahkan gejala PTSD bisa lebih parah dan kronis, termasuk perasaan mati rasa, keterasingan, rasa bersalah, dan mudah tersinggung. Anda mungkin merasa sangat terangsang, stres, atau cemas.

Seseorang dengan gangguan PTSD juga mungkin mengalami gejala fisik, seperti mual, gemetar, menggigil, jantung berdebar-debar, dan sakit kepala karena tegang, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).

Untuk didiagnosis menderita PTSD, Anda biasanya terkena dampak langsung dari peristiwa traumatis tersebut, kata Dr. Ritchie. Anda mungkin percaya bahwa hidup Anda sendiri atau hidup orang lain dalam bahaya.

Menurut American Psychiatric Association, gejala harus bertahan setidaknya satu bulan untuk didiagnosis sebagai PTSD. Banyak orang mengalami gejala dalam waktu tiga bulan setelah trauma, meskipun gejala tersebut mungkin muncul kemudian dan sering kali menetap selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Baca Juga: Menggoda Lidah! 5 Bakso Terkenal Lezat dan Nikmat di Banjarnegara Paling Istimewa

Mengenali Pemicu PTSD yang Bisa Memperparah Gejala

Pemicu PTSD adalah pengalaman sehari-hari yang menyebabkan orang mengingat kembali trauma sebelumnya. Orang, tempat, bau, dan suara yang mirip dengan apa yang dialami oleh para penyintas selama peristiwa traumatis merupakan pemicu yang umum, kata Dr. Ritchie.

Bau yang tidak sedap, seperti daging terbakar dan bahan bakar solar, dapat mengingatkan para veteran akan daging hangus dan truk militer, misalnya. Suara-suara yang memicu, termasuk helikopter, petasan, atau ledakan keras lainnya, mungkin merupakan pengingat akan terjadinya penembakan.

Seorang korban kekerasan seksual mungkin mengalami gejala PTSD ketika diingatkan akan keadaan penyerangan tersebut. Jika kejadian tersebut terjadi di asrama, misalnya, seseorang tidak boleh kembali ke kamar kecil. Parfum atau wewangian tertentu juga bisa menjadi pengingat akan adanya penyerangan, kata Dr. Ritchie, begitu pula aktivitas seksual suka sama suka.

Baca Juga: Demi Tingkatkan Nilai Produk UMKM Perempuan, Pemerintah Dorong Pendaftaran Kekayaan Intelektual

Manajemen Pemicu PTSD

Selalu mempersiapkan diri termasuk taktik terbaik untuk mengelola pemicu PTSD.
Semantara itu, salah satu cara profesional kesehatan mental menangani gejala PTSD adalah melalui terapi pemaparan, yang meminta penderitanya menghidupkan kembali peristiwa traumatis di lingkungan yang aman dan terkendali.

Manajemen pemicu PTSD ini dapat membantu mengendalikan rasa takut dan mempelajari cara mengatasinya. Tujuan manajemen Pemicu PTSD adalah agar orang-orang “belajar bahwa ingatan dan isyarat terkait trauma tidak berbahaya dan tidak perlu dihindari,” menurut American Psychological Association (APA).

Diketahui, orang dengan PTSD juga menemukan kesuksesan dengan terapi perilaku kognitif, pengobatan, dan praktik gaya hidup seperti yoga dan meditasi.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Health

Tags

Terkini

Terpopuler