Bunuh Mantan Istri Saat Siaran Langsung di Media Sosial, Pria di China Dihukum Mati

16 Oktober 2021, 11:35 WIB
Ilustrasi - Pria di China dihukum mati usai membunuh mantan istri yang sedang siaran langsung di media sosial pribadinya. /Pixabay/Ichigo121212.

PR DEPOK – Seorang pria di China bernama Tang telah dijatuhi hukuman mati karena membunuh mantan istrinya.

Hal yang mengejutkan dalam kasus ini adalah mantan istrinya yang bernama Amuchu (30) dibunuh oleh pria itu ketika melakukan siaran langsung di media sosial (medsos).

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Straits Times, pria asal China tersebut membunuh mantan istrinya dengan cara dibakar setelah disirami bensin.

Baca Juga: Brentford vs Chelsea: adwal, Prediksi Susunan Pemain, dan Link Live Streaming

Amuchu, yang merupakan seorang vlogger asal Tibet itu tidak bisa tertolong akibat luka parah meski telah dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.

Di Douyin TikTok versi China, Amuchu secara teratur mengunggah video kehidupan sehari-harinya mencari makan di pegunungan, memasak, dan menyinkronkan bibir dengan lagu-lagu yang mengenakan pakaian tradisional Tibet.

Adapun kejadian yang menimpa Amuchu atau yang dikenal sebagai Lamu di media sosial itu terjadi pada bulan September tahun lalu di rumah ayahnya.

Baca Juga: DKI Jakarta Tuan Rumah Formula E 2022, Adhie Massardi: Memang Anies Baswedan Dapat Kepercayaan Internasional?

Berdasarkan hasil penyidikan, Amuchu bercerai dengan Tang yang kerap melakukan aksi kekerasan terhadapnya sejak Juni 2020.

Usai Amuchu tiada, Tang dijatuhi hukuman mati karena pembunuhan yang disengaja oleh pengadilan di Prefektur Aba, pada Kamis, 14 Oktober 2021. 

Pengadilan menilai pria tersebut telah melakukan kejahatan yang sangat kejam dan dampak sosialnya sangat buruk, sehingga hukuman mati adalah hal yang pantas.

Baca Juga: Duo Lifter Angkat Besi Putra Jawa Barat Sabet Medali Emas di PON Papua 2021

Perlu diketahui bahwa kejadian ini telah memicu kecaman online atas masalah kekerasan dalam rumah tangga yang kurang dilaporkan di komunitas pedesaan, terutama menimpa etnis minoritas.

Setelah kematiannya, puluhan ribu pengikut yang berduka berkomentar di halaman Douyin-nya.

Tidak hanya itu, jutaan pengguna di platform yang mirip Twitter Weibo menuntut keadilan menggunakan tagar yang sedang tren yang kemudian disensor.

Baca Juga: 2 Penyebab Karyawan Belum Dapat Dana BSU Subsidi Gaji Rp1 Juta dari Kemnaker

Sementara itu, China mengkriminalisasi kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2016, tetapi masalah ini tetap menyebar dan kurang dilaporkan, terutama di komunitas pedesaan yang kurang berkembang.

Menurut survei tahun 2013 oleh Federasi Wanita Seluruh Chin, sekitar satu dari empat wanita China yang sudah menikah pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Aktivis mengatakan para korban sering mengeluh bahwa laporan mereka tidak ditanggapi serius oleh polisi sampai respons yang lambat.

Baca Juga: Sebut Geser Hari Libur Maulid Nabi Kurang Kerjaan, Fadli Zon: Aneh-aneh Aja, Apa Cuma Itu Bisanya?

Ada pemahaman bahwa masalah ini sering dianggap sebagai masalah keluarga pribadi dalam budaya konservatif negara itu.

Ada juga kekhawatiran bahwa perubahan terbaru pada hukum perdata China  yang memperkenalkan periode "pembekuan" wajib selama 30 hari bagi pasangan yang ingin bercerai dapat mempersulit para korban untuk meninggalkan pernikahan yang penuh kekerasan.***

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: Straits Times

Tags

Terkini

Terpopuler