Badan Khusus PBB Tuduh Bank Sentral Lebanon Menambah Beban Krisis Ekonomi

13 November 2021, 16:45 WIB
Ilustrasi bendera Lebanon./ /Pixabay/Jarono

PR DEPOK - Badan khusus PBB untuk kemiskinan dan HAM Olivier De Schutter mengecam Gubernur Bank Sentral Lebanon Riad Salameh.

Menurutnya, Gubernur Bank Sentral Lebanon itu tidak mengakui peran bank dalam krisis ekonomi yang melumpuhkan negara itu.

“Peran bank komersial dan Bank Sentral Lebanon sangat bermasalah,” ujar De Schutter, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Al Jazeera pada Sabtu, 13 November 2021.

Baca Juga: Apa Itu Kopi Chicory? Bisakah Dikonsumsi Semua Kalangan dan Jadi Alternatif Sehat Saat Ingin Minum Kopi?

Selama bertahun-tahun, bank sentral Lebanon memperkuat cadangan mata uang asingnya dengan membayar suku bunga yang sangat tinggi guna menarik bank komersial meminjamkannya dolar AS.

Agar tetap mengalir dengan dolar, bank komersial pada gilirannya akan menawarkan suku bunga yang lebih tinggi kepada deposan mereka.

Pasalnya, De Schutter mengatakan hal itu tidak berkelanjutan dan bank sentral Lebanon seharusnya mengetahui kondisi tersebut.

Baca Juga: Soroti Ancaman Perang TPNPB OPM, Fadli Zon Sindir Densus 88: Ayo Tak Usah Urusin Kotak Amal dan Pohon Kurma!

“Bank Sentral seharusnya lebih waspada terhadap hal ini, dan seharusnya memperingatkan pemerintah Lebanon tentang skema yang tidak berkelanjutan ini"

"Bank Sentral Lebanon harus bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi," ujar perwakilan pelaporan badan khusus PBB itu.

Jumat lalu, De Schutter telah menyelesaikan misi 12 hari di Lebanon. Ia bertemu dengan pejabat, penduduk, dan ahli untuk menilai situasi kemiskinan negara itu.

Baca Juga: Terpilih Jadi Duta FFI 2021, Prilly Latuconsina Akui Rasa Bangga: Aku Bertemu...

Namun De Schutter mengatakan dirinya tidak dapat melakukan pertemuan dengan The Association of Banks in Lebanon (ABL), yang mewakili bank-bank komersial terkemuka di Lebanon.

"Saya meminta untuk bertemu dengan ABL, dan kami bernegosiasi selama berhari-hari. Dan kemudian dibatalkan pada menit terakhir oleh presiden ABL," ujar De Schutter.

Lebih jauh, sektor perbankan tidak hanya disalahkan karena menjerumuskan negara ke dalam krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi pada Agustus 2019 dan terus memburuk selama dua tahun.

Selain itu, mereka juga dituduh menghalangi upaya pemerintah untuk menyusun cetak biru reformasi keuangan yang kredibel yang merupakan prasyarat untuk membuka miliaran dolar dalam bantuan keuangan yang sangat dibutuhkan.

Baca Juga: Tanggapi Kekerasan Seksual yang Terjadi di Kampus, Dian Sastrowardoyo: Sebabkan Ketidaknyamanan bagi Kita

De Schutter mengatakan hal ini menunjukkan pengaruh bank yang tidak proporsional terhadap sistem politik di Lebanon.

Bank komersial Lebanon menolak rencana penyelamatan pemerintah di masa lalu dengan alasan bahwa mereka akan merugikan sektor perbankan secara tidak adil.

Mereka juga tidak setuju dengan perkiraan kerugian ekonomi Kementerian Keuangan dan IMF.

Baca Juga: Ingin Lanjutkan Catatan Apik Persib di Seri Ketiga, Mohammed Rashid: Ini Tantangan yang Lebih Besar

Gubernur Bank Sentral Salameh telah berulang kali menolak semua tuduhan tersebut dan mengaku bahwa dirinya korban dari situasi politik.

Tiga perempat dari penduduk Lebanon sekarang hidup dalam kemiskinan, pound Lebanon telah kehilangan sekitar 90 persen nilainya terhadap dolar AS.

Sebagian besar kehidupan publik di Lebanon telah lumpuh karena pemadaman listrik, inflasi makanan dan bahan bakar yang mengejutkan, dan kekurangan obat-obatan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler