Masih Perang dengan Ukraina, Rusia Anggap AS Memulai Permusuhan Baru karena Hal Ini

1 Maret 2022, 14:15 WIB
Warga Ukraina berlindung saat sirine serangan udara berbunyi, di dekat gedung apartemen yang rusak akibat penembakan pasukan Rusia baru-baru ini di Kyiv, Ukraina 26 Februari 2022. /Gleb Garanich/Reuters

PR DEPOK – Invasi Rusia ke Ukraina yang berlangsung beberapa hari ini justru mempunyai dampak atas hubungan Rusia dengan Amerika Serikat (AS).

Invasi ke Ukraina telah membawa hubungan antara AS dan Rusia ke titik terburuk dalam beberapa tahun terakhir.

AS dikabarkan telah mengusir 12 diplomat Rusia di PBB, dengan alasan masalah keamanan nasional berkaitan dengan invasinya ke Ukraina.

Baca Juga: Hanya Seorang Diri, Pria Ukraina Berhasil Pukul Mundur Tank Rusia dengan Tangan Kosong

Rusia menggambarkan tindakan AS tersebut sebagai sikap "bermusuhan".

“Rusia belum menunjukkan minat untuk menciptakan "mekanisme dekonflik" dengan Amerika Serikat atas konflik Ukraina,” kata Pentagon pada Senin, 1 Maret 2022 sepeti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari The Staits Times.

Memang dua kekuatan nuklir terbesar dunia itu memiliki mekanisme demikian di wilayah lain seperti Suriah dan beroperasi dalam jarak yang berdekatan.

Baca Juga: Bantu Ukraina Hadapi Invasi Rusia, Australia Sumbang Rp700 Miliar untuk Rudal dan Senjata

Untuk diketahui, Rusia hingga saat ini masih terus melakukan penyerangan ke Ukraina.

Citra satelit yang diambil pada Senin menunjukkan konvoi militer Rusia di utara ibu kota Ukraina, Kyiv, yang membentang sekitar 40 mil (64 km).

Foto satelit yang disediakan oleh Maxar, sebuah perusahaan AS, menunjukkan bahwa konvoi telah berkumpul sejak Minggu dan telah menjamur hingga lebih dari 40 mil kendaraan militer.

Baca Juga: Tidak Menyebut Invasi Rusia ke Ukraina sebagai Perang, Menteri Pertahanan Bulgaria ini Dipecat

Maxar Technologies juga melaporkan pengerahan pasukan darat tambahan dan unit helikopter serang darat terlihat di Belarus selatan, kurang dari 20 mil (32 km) utara perbatasan Ukraina.

Sementara itu, pertempuran telah berkecamuk di sekitar pelabuhan Mariupol dan di kota timur Kharkiv.

Para pejabat Ukraina mengatakan serangan artileri Rusia telah menewaskan puluhan warga sipil, termasuk anak-anak dan pihaknya tidak mungkin untuk memverifikasi kepastian jumlah warga sipil yang menjadi korban.

Baca Juga: Cara Cek Bansos PKH Online 2022 Lewat HP Pakai KTP, Dapatkan BLT Anak Sekolah SD, SMP, SMA hingga Rp4,4 Juta

Sementara itu, kepala administrasi regional Oleg Synegubov mengatakan artileri Rusia telah menggempur distrik perumahan meskipun tidak ada posisi tentara Ukraina atau infrastruktur strategis di sana.

“Sedikitnya 11 orang tewas. Ini terjadi pada siang hari, ketika orang-orang keluar ke apotek, untuk membeli bahan makanan, atau untuk air minum. Itu kejahatan," katanya.

Rusia dalam upaya mendekati Kyiv kini menghadapi isolasi internasional yang meningkat karena pembicaraan untuk menyelesaikan konflik gagal membuat terobosan.

Baca Juga: Abang L Kasih Kado Mewah untuk Ameena Hanna Nur Atta, Rizky Billar ke Atta Halilintar: Ini Belum Mahar ya Bro

Rusia menghadapi gejolak ekonomi ketika negara-negara Barat, bersatu dalam kecaman atas serangannya, memukulnya dengan sanksi yang berlaku di seluruh dunia dan yang targetnya termasuk Presiden Vladimir Putin dan orang-orang kepercayaannya.

Uni Eropa memberlakukan sanksi baru terhadap oligarki dan pejabat Rusia dan beberapa anggotanya mendesak blok tersebut untuk memulai pembicaraan tentang aksesi Ukraina.

Terkait hal ini, Presiden Volodymyr Zelenskiy menandatangani surat yang secara resmi meminta keanggotaan UE, pernyataan komitmen yang tegas terhadap nilai-nilai Barat.

Baca Juga: Sambut Laga Persija Jakarta vs Persib Bandung, Ini Hal yang Disiapkan Robert Alberts

Meski demikian, Vladimir Putin tidak menunjukkan tanda-tanda untuk mempertimbangkan kembali invasi yang dia lakukan

Vladimir Putin menolak negara barat dan menganggapnya sebagai "kerajaan kebohongan" sehingga membalas sanksi baru dengan langkah untuk menopang mata uang rubel Rusia yang runtuh.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Straits Times

Tags

Terkini

Terpopuler