PR DEPOK - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia, Sergei Lavrov mengatakan dia tidak percaya konflik di Ukraina akan berubah menjadi perang nuklir.
Tetapi Lavrov memperingatkan Amerika Serikat (AS) dan Eropa bahwa Moskow tidak pernah lagi ingin bergantung pada Barat.
Ekonomi Rusia kini menghadapi krisis paling parah sejak jatuhnya Uni Soviet pada 1991 setelah Barat menjatuhkan sanksi berat pada hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan Rusia.
Baca Juga: Kabar Baik! Rusia Tidak Akan Membuat Konfliknya dengan Ukraina Menjadi Perang Nuklir, Tapi...
Hal ini merupakan dampak dari invasi Moskow pada 24 Februari ke Ukraina.
Saat ditanya oleh koresponden Kremlin untuk surat kabar Kommersant Rusia tentang perang nuklir, Lavrov menegaskan bahwa dirinya tidak percaya kabar itu.
"Saya tidak ingin mempercayainya, dan saya tidak percaya itu," ucap Lavrov dikutip PR Depok dari CNA.
Lavrov juga mengatakan bahwa tema perang nuklir hanya dibahas dalam diskusi oleh Barat saja.
"Tentu saja itu membuat kita khawatir ketika Barat seperti Freud, terus kembali dan kembali ke topik ini," ungkap Lavrov.
Lavrov menyebut pembicaraan tentang potensi serangan Rusia terhadap negara-negara Baltik atau yang termasuk NATO, sebelumnya adalah tipuan lama.
Rusia dan Amerika Serikat memang memiliki persenjataan hulu ledak nuklir terbesar setelah Perang Dingin yang membagi dunia selama sebagian besar abad ke-20.
Baca Juga: Syarat dan Cara Klaim Dana Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP bagi Pekerja Korban PHK
Justru yang perlu dikhawatirkan adalah Barat, yang bisa jadi sebagai pemicu perang Nuklir dimulai.
Putin pada tanggal 27 Februari telah memerintahkan pasukan nuklir Rusia untuk waspada tinggi.
Hal ini mengutip sanksi Barat dan pernyataan agresif oleh anggota terkemuka aliansi militer NATO.
Pejabat Rusia pun kemudian mengutip komentar Inggris tentang kemungkinan konfrontasi antara NATO dan Rusia.***