Disinggung Zelensky Soal Salah Perhitungan, Angela Merkel Bela Keputusannya Blokir Ukraina dari NATO pada 2008

5 April 2022, 21:10 WIB
Angela Merkel membela keputusannya saat memblokir Ukraina dari NATO pada 2008 silam usai disinggung Zelensky. /REUTERS/Michele Tantussi

PR DEPOK – Mantan kanselir Jerman, Angela Merkel, membela keputusannya pada tahun 2008 untuk memblokir Ukraina agar tidak segera bergabung dengan NATO.

Angela Merkel membantah kritik dari Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang menyebut invasi Rusia merupakan warisan yang disebabkan keputusan saat itu.

Zelensky dalam pidatonya menggambarkan "salah perhitungan" atas keputusan yang dipimpin Prancis-Jerman pada pertemuan puncak NATO di Bucharest 2008 lalu.

Saat itu, kedua negara tidak mengakui Ukraina ke aliansi NATO meskipun ada dorongan dari Amerika Serikat.

Baca Juga: 6 Tips Ini akan Membuat Kencan Pertama Anda dan Pasangan Sukses

"Saya mengundang Merkel dan Tuan (Nicolas) Sarkozy untuk mengunjungi Bucha dan melihat apa yang telah dihasilkan oleh kebijakan konsesi ke Rusia dalam 14 tahun," katanya, dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari Channel News Asia.

Ia merujuk pada dugaan kekejaman terhadap warga sipil Ukraina oleh pasukan Rusia yang digambarkan oleh kekuatan dunia sebagai kejahatan perang.

Presiden Ukraina itu juga menuduh para pemimpin Eropa berusaha menenangkan Rusia dengan sikap mereka saat itu.

Baca Juga: Kapan BSU 2022 Cair? Berikut Jadwal Pencairan serta Cara Cek Penerima BLT Rp1 Juta untuk Pekerja

Namun Merkel dalam sebuah pernyataan singkat yang dikeluarkan oleh juru bicaranya mengatakan dia mendukung keputusannya sehubungan dengan KTT NATO 2008 di Bucharest.

“Mengingat kekejaman yang terungkap di Bucha dan tempat-tempat lain di Ukraina, semua upaya oleh pemerintah dan komunitas internasional untuk berdiri di sisi Ukraina dan untuk mengakhiri barbarisme dan perang Rusia mendapat dukungan penuh dari mantan kanselir,” ujar juru bicara Angela Merkel.

Jerman menganggap terlalu dini bagi Ukraina untuk bergabung dengan NATO pada 2008 karena menemukan bahwa kondisi politik tidak terpenuhi pada saat itu.

Baca Juga: Cek Penerima Bansos PBI 2022 yang Cair di Bulan April, Akses Laman cekbansos.kemensos.go.id

Angela Merkel, yang pensiun dari politik akhir tahun lalu setelah empat kali berturut-turut berkuasa, pernah dipuji sebagai pemimpin dunia bebas.

Tapi perang Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina telah mengungkap kekurangan dalam warisannya, dan kritik mengatakan dia meninggalkan Jerman dan Eropa rentan dengan kebijakan detente terhadap pemimpin Kremlin.

Di bawah pengawasan khusus adalah ketergantungan Jerman pada energi Rusia, yang merupakan 36 persen dari impor gasnya pada tahun 2014 tetapi meningkat menjadi 55 persen pada saat invasi 24 Februari.

Baca Juga: Doddy Sudrajat Ingin Ajak Gala Sky Buka Puasa Bersama, Haji Faisal: Ada Mekanismenya

Ketergantungan pada kekuatan Rusia telah membuat Berlin mengatakan tidak dapat mengikuti seruan AS dan sekutu lainnya untuk memberlakukan embargo energi penuh di Moskow.

Presiden Frank-Walter Steinmeier, yang menjabat sebagai menteri luar negeri di dua kabinet Angela Merkel, mengakui bahwa dia membuat kesalahan dalam mendorong Nord Stream 2, pipa kontroversial yang dibangun untuk menggandakan impor gas Rusia ke Jerman.

"Kepatuhan saya pada Nord Stream 2 jelas merupakan kesalahan. Kami berpegang pada jembatan yang tidak lagi dipercayai oleh Rusia dan yang telah diperingatkan oleh mitra kami kepada kami," katanya.

Baca Juga: Karyawan yang Memiliki Gaji di Bawah Rp3 Juta Bisa Dapatkan BSU Subsidi Gaji Bulan April, Begini Caranya

Amerika Serikat dan anggota UE seperti Polandia sangat menentang pipa yang melewati Ukraina, yang membuat Kyiv kehilangan biaya transit gas.

Setelah dengan keras mempertahankannya melalui konstruksinya, Jerman akhirnya menghentikan proyek tersebut usai invasi Rusia ke Ukraina.

Seperti Merkel, Steinmeier mendapat kecaman karena proyek pipa, khususnya selama bertahun-tahun telah mendorong hubungan yang lebih dekat dengan Rusia.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Channel News Asia

Tags

Terkini

Terpopuler