Donald Trump Cabut dari Perjanjian Paris, Nasib Krisis Iklim Bergantung pada Pilpres AS 2020

5 November 2020, 07:15 WIB
Bendera Amerika Serikat (AS). /Pixabay/marcovannozzi./

PR DEPOK - Amerika Serikat (AS) secara resmi menjadi satu-satunya negara di dunia yang menolak berpartisipasi dalam upaya iklim global, Rabu 4 November 2020 waktu setempat. Hal itu didasari oleh Donald Trump yang telah menarik AS dari pernjanjian iklim Paris.

Diketahui kesepakatan tersebut bertujuan untuk menjaga suhu agar tidak naik lebih dari 1.5 celcius menjadi 2 celcius di atas rata-rata sebelum industrialisasi.

Sedangkan bumi sudah lebih dari 1 celcius, lebih panas daripada sebelum industrialisasi yang sebagian besar diakibatkan karena manusia membakar bahan bakar fosil.

Baca Juga: Tetapkan Jabar Siaga 1, Ridwan Kamil Minta Warga Waspada Hadapi Potensi Bencana Hidrometeorologi

Pada tahun ini, di AS telah menunjukkan bagaimana krisis iklim akan menyentuh kehidupan setiap orang Amerika, yaitu dengan lebih banyaknya gelombang panas, kebakaran hutan yang besar, rekor badai, kenaikan air laut, banjir, dan kekeringan.

Lalu, Donald Trump akan mengintensifkan upayanya untuk memperluas bahan bakar fosil, yang jika dilakukan nantinya akan merusak ilmu iklim, dan membatalkan perlindungan lingkungan.

Oleh karena itu, masa jabatan Donald Trump kedua (jika menang) akan menjadi kerugian hebat bagi pergerakan iklim dan akan bergema di seluruh dunia.

Bahkan menurut Kate Larsen selaku direktur di perusahaan riset independen Rhodium Group, kemenangan Donald Trump akan menjadi perjuangan yang berat untuk aksi iklim AS.

Baca Juga: Israel Semakin Khawatir Soal Hasil Pilpres AS 2020, Terlebih Jika Joe Biden Memenangkan Pertarungan

"Ini berarti bahwa kemajuan apa pun yang kita lihat akan datang dari negara bagian dan kota-kota serta perusahaan yang mencoba untuk mengisi kekosongan," kata Larsen seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari The Guardian.

Selain itu, Pete Betts yang merupakan mantan juru runding iklim utama untuk Uni Eropa dan Inggris, mengatakan bahwa meski dengan kecepatan lebih lambat karena tanpa keikutsertaan AS, tindakan global akan terus berlanjut.

"Gambaran besarnya adalah bahwa Paris akan terus berlanjut, apa pun yang terjadi. Meskipun menurut saya tidak ada yang akan mengikuti Donald Trump," kata Betts.

Andrew light selaku mantan negosiator iklim AS, mengungkapkan bahwa jika Donald Trump kembali terpilih, para penggerak iklim akan bekerja keras untuk membantu negara bagian untuk mendapat pengakuan internasional dan untuk membantu mereka dalam pertempuran hukum melawan pemerintah.

Baca Juga: Trump Ingin Hentikan Penghitungan Suara, Tim Joe Biden: Keterlaluan! Mengambil Hak Demokratis Rakyat

Di sisi lain, Joe Biden yang merupakan lawan politik Donald Trump, berjanji akan segera bergabung kembali dengan perjanjian tersebut jika dirinya terpilih.

Tak hanya itu, Joe Biden juga akan mendorong anggota parlemen agar mengalokasikan banyak dana untuk infrastruktur hijau demi mencoba mengembalikan kemerosotan ekonomi dan pandemi saat ini.

Selain itu, Joe Biden juga bisa mengekang polusi iklim melalui peraturan lembaga.

Bahkan kata Julian Brave Noisecat selaku direktur Green New Deal Strategy di the group data for progress, jika seandainya Joe Biden dan Demokrat mengambil alih Gedung Putih dan menguasai the US House dan Senat, kemungkinan kebijakan iklim AS akan diterapkan secara agresif.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler