Hormati Keluarga Korban, Selandia Baru Peringati 2 Tahun Tragedi Penembakan di Masjid Christchurch

- 14 Maret 2021, 20:51 WIB
Kolase 51 orang korban penembakan di masjid Christcurch, Selandia Baru.
Kolase 51 orang korban penembakan di masjid Christcurch, Selandia Baru. /Instagram @jacindaardern

PR DEPOK - Selandia Baru baru saja menggelar hari peringatan atas terjadinya tragedi penembakan 51 jemaah salat Jumat di dua masjid di Christchurch. 

Insiden penembakan yang dilakukan pria supremasi kulit putih bersenjata pada 15 Maret 2019 lalu menyisakan hari paling traumatis di Selandia Baru. 
 
Ratusan orang berkumpul di Christcurch untuk melaksanakan acara doa bersama yang disiarkan secara langsung pada Sabtu, 13 Maret 2021 kemarin. 
 
 
Kiran Munir, salah satu keluarga korban yang tewas dalam insiden itu mengatakan bahwa suaminya, Haroon Mahmood merupakan ayah yang penyayang bagi kedua anaknya. 
 
Dia juga menyampaikan bahwa suaminya saat itu baru saja menyelesaikan gelar doktornya dan tengah menanti upacara kelulusannya. 
 
"Saya tidak pernah mengira bahwa hari itu akan menjadi hari terakhir saya melihatnya," kata Kiran Munir seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Aljazeera pada Minggu, 14 Maret 2021. 
 
 
Selain itu, seolah menumpahkan kesedihan terdalamnya, Kiran juga menyatakan bahwa insiden tersebut merupakan hari paling kelam yang terjadi di Selandia Baru.
 
"Saya juga tak pernah mengira bahwa hari terkelam sepanjang sejarah di Selandia Baru telah berlalu. Hari itu hatiku hancur berkeping-keping, seperti hati 50 keluarga lainnya," ucapnya menjelaskan. 
 
Temel Atacocugu merupakan salah satu orang yang selamat dari tragedi nahas tersebut. 
 
 
Tamel menyebutkan bahwa tragedi pembantaian itu terjadi disebabkan oleh rasisme. 
 
"Mereka menyerang semua orang," ucap Temel Atacocugu. 
 
Meski para keluarga korban takkan pernah bisa menghilangkan rasa sakit di hati mereka. Namun ia mengungkapkan bahwa masa depan ada di tangan mereka. 
 
"Masa depan ada di tangan kita. Kita akan bersama-sama maju menghadapi semuanya dengan lebih baik lagi," ujarnya menambahkan. 
 
 
Selama acara berlangsung, nama dari 51 korban disebutkan satu per satu oleh para responden seperti polisi, dan petugas medis. 
 
Perdana Menteri, Jacinda Ardern mengungkapkan bahwa dirinya tak tahu harus menuliskan kata-kata apa saat mempersiapkan pidato untuk acara tersebut.
 
Dia menyadari bahwa betul bahwa kata-kata tidak bisa merubah apa-apa. 
 
 
"Meski kata-kata tidak bisa memunculkan keajaiban, tapi kata-kata memiliki kekuatan untuk menyembuhkan," kata PM Jacinda Ardern.
 
Diketahui sebelumnya, tahun 2019 lalu Brenton Tarrant mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan terorisme. 
 
Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa ada kemungkinan pembebasan bersyarat.
 
 
Setelah tragedi tersebut, Selandia Baru dengan sigap mengeluarkan undang-undang baru yang melarang segala jenis senjata semi otomatis yang mematikan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x