Taliban Diduga Buru Pendukung NATO, Google Kunci Sejumlah Akun Email Milik Pemerintah Afghanistan

- 4 September 2021, 11:50 WIB
Ilustrasi kelompok Taliban di Afghanistan.
Ilustrasi kelompok Taliban di Afghanistan. /Stringer/Reuters

PR DEPOK – Perusahaan raksasa teknologi Google mengambil keputusan untuk mengunci sejumlah akun email milik para pejabat Afghanistan yang tengah berupaya diakses Taliban.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Daily Mail, pihak Google pada Jumat, 3 September 2021 menyebut bahwa penguncian akun email pejabat Afghanistan hanya bersifat sementara setelah beberapa waktu memantau situasi negara tersebut yang sudah dikuasai Taliban.

Akan tetapi, Google sejauh ini tidak menjelaskan berapa banyak akun email pejabat Afghanistan yang dikunci agar tidak bisa diakses Taliban.

Baca Juga: Buntut Kebocoran Data Pribadi Presiden Jokowi, DPR Tagih Janji Menkominfo Soal RUU PDP

Untuk diketahui, Google mengunci sejumlah akun email pejabat Afghanistan karena mengkhawatirkan Taliban akan menggunakan data dan file resmi yang tertinggal selama penarikan turbulen AS dari negara itu untuk mengidentifikasi dan melacak sekutu Barat yang masih berada di Afghanistan.

Pasalnya, berdasarkan laporan intelijen, mereka memperingatkan bahwa militan memburu orang-orang yang bekerja untuk pasukan NATO atau Pemerintah Afghanistan sebelumnya dan membalas dendam kepada mereka dalam aksi 'eksekusi dari rumah ke rumah'.

Untuk diketahui, ada sekitar 24 badan Pemerintah Afghanistan menggunakan server Google untuk menangani email resmi, termasuk kementerian keuangan, industri, pendidikan tinggi, dan pertambangan.

Bahkan, kantor protokol kepresidenan Afghanistan juga menggunakan Google, seperti yang dilakukan beberapa badan pemerintah daerah.

Baca Juga: Sosok yang Diduga Pemasok Sabu Coki Pardede Ditangkap di Karawaci dengan Barang Bukti Berikut

Sementara itu, sebelumnya seorang pegawai bekas pemerintah mengatakan bahwa Taliban memintanya pada akhir Agustus lalu untuk menyimpan data yang disimpan di server kementerian pemerintah tempatnya bekerja.

Akan tetapi, ia tidak mematuhi dan sejak itu bersembunyi dan tidak menyebutkan identitasnya untuk keselamatan.

“Jika saya melakukannya, maka mereka akan mendapatkan akses ke data dan komunikasi resmi dari kepemimpinan kementerian sebelumnya,” kata karyawan itu.

Selain itu, layanan email Microsoft juga digunakan beberapa lembaga Pemerintah Afghanistan, termasuk kementerian luar negeri dan kepresidenan.

Baca Juga: Benarkah Efektivitas Vaksin Covid-19 Turun terhadap Varian Delta Setelah 6 Bulan? Begini Faktanya

Sementara itu, seorang peneliti keamanan dengan perusahaan intelijen internet DomainTools, Chad Anderson menyebutkan bahwa jika Taliban mendapatkan akses ke database dan email pemerintah yang dibangun AS bisa berbahaya.

Pasalnya, Taliban dapat memperoleh informasi sensitif tentang pegawai pemerintahan sebelumnya, mantan menteri, kontraktor pemerintah, sekutu suku, dan mitra asing.

“Ini akan memberikan banyak informasi yang nyata, bahkan memiliki daftar karyawan di Google Sheet adalah masalah besar,” kata Anderson menunjuk pada laporan pembalasan terhadap pegawai pemerintah.

Pada awal Agustus, Taliban telah menyita perangkat biometrik militer AS yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi warga Afghanistan yang bekerja dengan orang Amerika.

Perangkat tersebut, yang disebut Handheld Interagency Identity Detection Equipment (HIIDE), berisi data seperti pemindaian iris mata dan sidik jari individu yang digunakan untuk kartu identitas.

Baca Juga: Taliban Diduga Langgar Janji Soal Hak Perempuan Afghanistan, Peneliti Ungkap Fakta Ketidakadilan di Lapangan

Taliban kini sudah memiliki data sensitif tentang orang-orang yang membantu AS selama dua dekade terakhir.

Kekhawatiran lain adalah soal database penggajian Afghanistan yang dieksploitasi oleh Taliban untuk mengidentifikasi orang.

Lalu ada Personil Afghanistan dan Sistem Pembayaran (APPS) yang digunakan oleh Kementerian Dalam Negeri Afghanistan dan Kementerian Pertahanan berisi setengah juta catatan tentang setiap anggota tentara dan polisi nasional Afghanistan.

Jika data ini diperoleh tangan yang salah, maka lebih berisiko dibanding data biometrik.

Baca Juga: Tretan Muslim-Patrick Effendy MLI Justru Lega Coki Pardede Ditangkap: Gimana Lagi, Didakwahin Juga Gak Mempan

Sejauh ini, banyak orang di Afghanistan merasa takut untuk hidup di bawah pemerintahan Taliban.

Sementara itu, Taliban mengklaim tidak akan membalas orang-orang yang bekerja dengan sekutu Barat dan mengatakan tidak akan menerapkan sistem garis keras sebelumnya.

Akan tetapi, bulan lalu, Pusat Analisis Global Norwegia RHIPTO melaporkan bahwa para militan sudah pergi dari rumah ke rumah untuk memburu 'kolaborator' AS atau NATO.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Daily Mail


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah