PR DEPOK - Tujuh orang tewas dan 140 terluka ketika ribuan orang turun ke jalan sebagai protes setelah militer Sudan merebut kekuasaan dari pemerintah transisi.
Dilaporkan dari Al Jazeera yang dikutip Pikiranrakyat-Depok.com pada Selasa, 26 Oktober 2021, ribuan orang bergabung dalam unjuk rasa menentang pengambilalihan militer di jalan-jalan ibu kota Khartoum dan Omdurman.
Aksi protes itu dilakukan setelah pasukan keamanan menangkap Perdana Menteri sipil Abdalla Hamdok dan pejabat senior lainnya pada Senin, 25 Oktober 2021 lalu.
Pemimpin pengambilalihan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, membubarkan Dewan Berdaulat militer-sipil yang telah dibentuk untuk membimbing negara menuju demokrasi setelah penggulingan mantan Presiden Omar al-Bashir dua tahun lalu.
Al-Burhan, yang juga kepala dewan pemerintahan pembagian kekuasaan, menyatakan keadaan darurat di seluruh negeri dan angkatan bersenjata diperlukan untuk memastikan keamanan.
Dia berjanji untuk mengadakan pemilihan pada Juli 2023 dan menyerahkannya kepada pemerintah sipil terpilih saat itu.
Baca Juga: Soal Kembalinya Cristiano Ronaldo Ke Manchester United, Arsene Wenger Ungkap Kelemahannya
“Apa yang dialami negara saat ini merupakan ancaman dan bahaya nyata bagi impian para pemuda dan harapan bangsa,” katanya.
Sementara itu, pemerintah AS, Inggris dan Norwegia telah mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang situasi tersebut.
Mereka mengutuk penangguhan lembaga-lembaga demokrasi dan menyerukan pembebasan bagi Hamdouk dan pejabat sipil lainnya yang ditangkap.
"Tindakan militer merupakan pengkhianatan terhadap revolusi, transisi, dan permintaan sah rakyat Sudan untuk perdamaian, keadilan dan pembangunan ekonomi," ujarnya.
Hamdok, seorang ekonom dan mantan pejabat senior PBB yang diangkat sebagai perdana menteri teknokratis pada 2019, dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan setelah ia menolak mengeluarkan pernyataan untuk mendukung kudeta, kata kementerian informasi.
Ribuan orang Sudan yang menentang pengambilalihan itu turun ke jalan dan menghadapi tembakan di dekat markas militer di Khartoum.
Baca Juga: Insentif Kartu Prakerja Gelombang 22 akan Segera Cair Usai Disambungkan ke Rekening, Simak Caranya
Di Omdurman, pengunjuk rasa membarikade jalan-jalan dan meneriakkan dukungan untuk pemerintahan sipil.
Pasukan Kebebasan dan Perubahan, koalisi oposisi utama Sudan, menyerukan pembangkangan sipil dan protes di seluruh negeri dan menuntut agar dewan militer transisi mentransfer kekuasaan kembali ke pemerintah sipil.
Hala al-Karib, seorang aktivis Sudan untuk hak-hak perempuan di Tanduk Afrika, mengatakan bahwa Sudan sedang melalui saat-saat yang sangat suram dalam sejarahnya karena berada di “persimpangan jalan”.
Baca Juga: Cara Ubah Data pada Kartu Identitas Anak Beserta Syarat-Syarat yang Diperlukan
Dia meminta masyarakat internasional untuk menekan militer agar menghormati Konstitusi dan kesepakatan dengan dewan sipil.
“Militer telah mencemarkan kesepakatannya dengan pemerintah sipil dengan menahan perdana menteri dan beberapa menteri kabinet”
“Orang-orang Sudan tidak tahu apakah mereka aman atau tidak,” katanya menambahkan.
Sudan berada di ujung tanduk sejak bulan lalu, ketika plot kudeta yang gagal yang dituduhkan pada pendukung al-Bashir memicu tuduhan antara militer dan warga sipil di kabinet transisi.
Dalam beberapa pekan terakhir, koalisi kelompok pemberontak dan partai politik bersekutu dengan militer dan memintanya untuk membubarkan pemerintah sipil.
Sementara menteri kabinet mengambil bagian dalam protes terhadap prospek kekuasaan militer.
Kudeta juga terjadi hanya beberapa minggu sebelum militer seharusnya menyerahkan kepemimpinan dewan yang menjalankan negara itu kepada warga sipil.***