Taliban Sebut Anak Perempuan di Afghanistan akan Diizinkan Kembali ke Sekolah: Tapi Ada Beberapa Syarat

- 18 Maret 2022, 21:00 WIB
ILUSTRASI - Pihak Taliban mengungkapkan bahwa anak-anak perempuan akan bisa kembali ke sekolah minggu depan dengan beberapa syarat.
ILUSTRASI - Pihak Taliban mengungkapkan bahwa anak-anak perempuan akan bisa kembali ke sekolah minggu depan dengan beberapa syarat. /Pixabay/12019/

PR DEPOK – Pejabat pendidikan Taliban mengumumkan pihaknya akan mengizinkan anak perempuan di Afghanistan untuk kembali ke kelas ketika sekolah menengah dibuka minggu depan.

Keputusan itu merutup pertanyaan setelah berbulan-bulan ketidakpastian mengenai apakah Taliban akan mengizinkan akses penuh ke pendidikan untuk anak perempuan.

"Semua sekolah akan dibuka untuk semua anak laki-laki dan perempuan," kata Aziz Ahmad Rayan, juru bicara Kementerian Pendidikan Taliban, dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari Reuters.

“Tetapi ada beberapa syarat untuk anak perempuan,” ia menambahkan.

Baca Juga: Cek Bansos PKH Lansia 2022, Usia di Atas 70 Tahun Bisa Dapat Rp2,4 Juta Hanya dengan KTP dan KK

Menurutnya, murid perempuan akan diajar secara terpisah dari laki-laki dan hanya oleh guru perempuan.

Di beberapa daerah pedesaan di mana ada kekurangan guru perempuan, dia mengatakan bahwa guru laki-laki yang lebih tua akan diizinkan untuk mengajar anak perempuan.

"Tidak ada sekolah yang tutup tahun ini. Kalau ada sekolah yang tutup, itu tanggung jawab Kemendikbud untuk membukanya," tambah Rayan.

Baca Juga: Cara Daftar BLT Anak Sekolah 2022 Online untuk Siswa SD, SMP, dan SMA Dapatkan Rp4,4 Juta

Mengizinkan anak perempuan masuk ke sekolah dan perguruan tinggi telah menjadi salah satu tuntutan utama masyarakat internasional terhadap Taliban sejak menggulingkan pemerintah yang didukung Barat Agustus lalu.

Sebagian besar negara sejauh ini menolak untuk secara resmi mengakui Taliban, di tengah kekhawatiran atas perlakuan mereka terhadap anak perempuan dan wanita.

Selain itu ada pula tuduhan pelanggaran hak asasi manusia terhadap mantan tentara dan pejabat dari pemerintahan yang digulingkan.

Baca Juga: Arti Status Menunggu Gelombang Ditutup pada Riwayat Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 24

Taliban telah berjanji untuk menyelidiki dugaan pelanggaran, dan mengatakan mereka tidak membalas dendam pada mantan musuh mereka.

Terakhir kali kelompok itu memerintah Afghanistan, dari tahun 1996 hingga 2001, mereka melarang pendidikan perempuan dan sebagian besar pekerjaan.

Sejak mendapatkan kembali kekuasaan, anak laki-laki telah kembali ke pendidikan dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada anak perempuan.

Baca Juga: Cara Daftar Bansos Online 2022 Lewat HP di Link cekbansos.kemensos.go.id

Taliban sedang berusaha untuk menjalankan negara sesuai dengan interpretasinya terhadap hukum Islam.

Di saat yang sama, mereka mengakses miliaran dolar dalam bantuan pembangunan yang sangat dibutuhkan untuk mencegah kemiskinan dan kelaparan yang meluas.

Sanksi terhadap beberapa anggota kelompok terkemuka telah memperumit situasi.

Taliban mengatakan mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan hukum Islam dan adat setempat.

Baca Juga: 6 Peran Penting Lemak Makanan dalam Program Diet Sehat, Salah Satunya Sumber Energi

Akan tetapi banyak wanita telah melaporkan pembatasan akses ke kehidupan publik, termasuk pekerjaan, memaksa beberapa untuk keluar dari angkatan kerja.

Heather Barr, direktur asosiasi hak-hak perempuan di Human Rights Watch, mendesak masyarakat internasional agar tidak berpuas diri setelah pengumuman itu.

"Ada fokus besar para donor di sekolah menengah perempuan, banyak donor mengatakan kepada saya bahwa mereka melihat masalah ini sebagai 'totem'," katanya.

Barr menambahkan bahwa pembukaan kembali sekolah tidak berarti bahwa hak-hak perempuan yang lebih luas dalam masyarakat akan dilindungi.

Baca Juga: Andre Rosiade Kecewa Pemerintah ‘Kalah’ Soal Minyak Goreng, Susi: Harusnya Anda yang Paling Bertanggung Jawab

Farzana, tujuh belas tahun, mengatakan dia sudah mencuci dan menyetrika seragamnya saat dia mengantisipasi bergabung dengan teman-temannya di kelas Kabul.

Setelah enam bulan di rumah, dia mengatakan dirinya dan orang lain telah berjuang secara mental karena jauh dari studi.

"Saya merasa sangat kuat. Kami dapat menunjukkan tidak hanya (Taliban) tetapi juga dunia (bahwa) kami tidak pernah berhenti, dan Afghanistan tidak akan kembali ke dekade sebelumnya," katanya.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah