Taliban: Dokter Pria Dilarang Merawat Pasien Wanita

- 11 Januari 2023, 06:42 WIB
Ilustrasi para wanita di Afghanistan.
Ilustrasi para wanita di Afghanistan. /Reuters /Ali Khara

PR DEPOK – Kabar mengejutkan datang dari Afghanistan. Direktorat Urusan Publik dan Dengar Pendapat Pengaduan Taliban di provinsi Balkh, mengumumkan bahwa dokter pria tidak lagi diizinkan atau dalam kata lain dilarang untuk merawat pasien wanita.

Menurut surat kabar Afghanistan Hasht-e-Subah, Taliban juga mengumumkan bahwa ruang kerja untuk petugas kesehatan pria dan wanita harus dipisahkan, dan pasien wanita harus menjangkau petugas kesehatan wanita untuk menangani mereka.

Mereka pun melarang dokter pria masuk ke kamar pasien wanita.

Situasi di Afghanistan sejak Taliban mengambil alih semakin memburuk dari waktu ke waktu. Semakin sulit bagi pasien wanita, terutama wanita hamil, untuk mendapatkan pertolongan medis tepat waktu dengan cepat.

Baca Juga: Imbas Ungkap Membunuh 25 Pejuang Taliban, Warga Afghanistan Tuntut Pangeran Harry untuk Diadili

Dijelaskan bahwa jika tidak ada seorang dokter wanita, maka dokter pria hanya dapat melihat pasien wanita ditemani oleh 2 orang atau lebih.

Taliban telah memerintahkan rumah sakit dan klinik untuk memberlakukan aturan hanya staf wanita yang merawat pasien wanita sehingga sulit untuk memberikan perawatan medis tepat waktu.

Akibat dari aturan inilah banyak ibu hamil yang kemudian menceritakan pengalaman yang sungguh mengerikan ini.

Afghanistan adalah salah satu negara terburuk dalam hal angka kematian bayi. Saat ini, angka kematian bayi sudah mencapai 638 kematian per 100.000 kelahiran hidup.

Baca Juga: Afghanistan Kekurangan Tenaga Kesehatan Akibat Larangan Perempuan Bekerja

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization - WHO), situasinya lebih buruk sebelum pasukan sekutu menguasai negara itu pada tahun 2001.

Namun, menurut United Nations Population Fund (UNFPA), situasi ini akan terus lebih memburuk apabila Taliban mengambil alih negara itu.

Di Afghanistan terdapat hingga 51.000 kematian ibu, 4,8 juta kehamilan yang tidak diinginkan, dan terbatasnya atau tidak adanya akses ke klinik keluarga berencana antara tahun 2025.

Melansir dari Opindia, lebih lanjut melaporkan bahwa karena adanya pembekuan dana, hampir tidak mungkin bagi pasien untuk mendapatkan layanan ambulans.

Baca Juga: 7 Pengakuan Kontroversial Pangeran Harry, Mengaku Pakai Kokain hingga Bunuh Puluhan Pejuang Taliban

Seorang wanita hamil diminta untuk mendapatkan taksi beberapa hari yang lalu karena ambulans tidak tersedia.

Dia melahirkan di taksi dan dibawa ke rumah sakit dalam keadaan sudah tidak sadarkan diri bersama bayi yang baru lahir dalam keadaan kritis. Untungnya, keduanya dinyatakan selamat, tetapi tidak semua orang seberuntung itu.

Pasien wanita kembali dari klinik tanpa obat. Antrean panjang, terbatasnya akses obat-obatan, dan aturan Taliban yang melarang perempuan keluar tanpa laki-laki telah memperburuk situasi.

Aturan ini menjauhkan ribuan wanita dari perawatan kesehatan, karena tidak selalu ada kerabat pria yang menemani ibu hamil ke klinik, terutama di negara yang dilanda perang di mana kebanyakan orang berjuang untuk bertahan hidup.

Baca Juga: Taliban Larang Perempuan Afghanistan Mengenyam Pendidikan Tinggi, PBB hingga Arab Saudi Ungkap Keprihatinan

Sangat dilema untuk memilih antara menghasilkan uang untuk bertahan hidup dan menghabiskan waktu berjam-jam di klinik atau rumah sakit, yang akan berdampak serius pada 54,5 persen penduduk Afghanistan yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa Taliban pun telah memberlakukan sejumlah pembatasan terhadap perempuan termasuk larangan pendidikan, melarang mereka bersekolah di Sekolah Menengah atau Universitas sejak bulan Desember tahun 2022 lalu. Pada November 2022, Taliban melarang perempuan memasuki taman atau pasar malam di Kabul.

Dengan adanya pembatasan bagi dokter pria untuk merawat pasien wanita, dapat memungkinkan pasien wanita dan anak perempuan Afghanistan bisa meninggal karena aturan gender yang diberlakukan oleh Taliban, yang memblokir bantuan medis yang didanai oleh Inggris.

Di bawah aturan baru ini wanita hanya dapat dirawat oleh wanita ini pun tidak menjamin keselamatan bagi petugas medis wanita untuk bekerja dari tindakan semena-mena para pemimpin Taliban.***

 

Editor: Rahmi Nurfajriani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x