Soal Demo Mahasiswa Tuntut Tangkap Anies Baswedan, Refly Harun: Bisa Jadi Target Politik 2024

30 November 2020, 11:42 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang didemo oleh Gema-Jak atas berbagai dugaan pelanggaran termasuk dugaan korupsi. /Hafidz Mubarak A/Antara

PR DEPOK – Belum lama ini, sejumlah kelompok mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa untuk menyuarakan tuntutan kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Tak hanya Persatuan Mahasiswa Jakarta Raya (PMJ Raya) yang berdemo di depan kantor Polda Metro Jaya, Gerakan Mahasiswa Jakarta Raya (Gema-Jak) juga menggelar demo yang menuntut pertanggungjawaban Anies Baswedan atas pelanggaran protokol kesehatan.

Dalam aksi unjuk rasa tersebut, Gema-Jak menyuarakan lima tuntutan yakni sebagai berikut.

Baca Juga: BMKG Rilis Peringatan Dini Gelombang Tinggi hingga 4 Meter, Sejumlah Wilayah Diimbau untuk Waspada

- Mendesak Mabes Polri turun tangan mendorong Polda Metro Jaya untuk meminta pertanggungjawaban Gubernur DKI.

- Mendesak Mabes Polri untuk turut menyelidiki kasus dugaan korupsi dana Formula One yang batal diselenggarakan.

- Mendesak Mabes Polri turut menyelidiki kasus revitalisasi monas yang dihentikan dan diduga ada penyelewengan dana APBD DKI Jakarta.

Baca Juga: BUMN Ditugaskan Dukung Riset Kampus, Pengamat: Akademisi Tak Hanya Penelitian, Harus Ciptakan Produk

- Mendesak Mabes Polri mengungkap dugaan korupsi proyek dana Frankfurt Book Fair 2015, yang diduga merugikan negara Rp146 miliar.

- Meminta polisi mengungkap dugaan korupsi pengadaan tanah yang diperuntukkan pembangunan rumah dp 0 rupiah oleh Anies Baswedan.

Menanggapi aksi demonstrasi ini, ahli hukum tata negara, Refly Harun, menyoroti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sikapnya selalu menjadi polemik di masyarakat.

Baca Juga: Habib Rizieq Tinggalkan RS UMMI Bogor, Mahfud MD: Kalau Sehat, Penuhi Panggilan Polisi

Padahal, papar Refly, Wakil Presiden Ma’ruf Amin pernah menjadi pelopor gerakan GNPF Ulama pada tahun 2016-2017, namun hal tersebut tak menjadi soal di kalangan masyarakat.

“Sebagai ketua MUI waktu itu kan Ma’ruf Amin yang justru mempelopori untuk memperkarakan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), bahkan menjadi ahli kalau tidak salah, di persidangan, yang memberatkan Ahok,” ujar Refly Harun, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube miliknya.

Sementara itu, diketahui saat itu MUI bersikap oposisi terhadap sebagian besar kebijakan pemerintahan, sehingga terbentuklah GNPF Ulama.

Baca Juga: Bima Arya Minta Habib Rizieq Buka Hasil Swab Test, Jokowi Pernah Singgung Soal Hak Privasi Pasien

Bertolak belakang dengan sikap MUI sebelumnya, Refly Harun memaparkan bahwa setelah sejumlah anggota MUI dikeluarkan, kini majelis tersebut lebih condong berpihak pada pemerintahan.

“Setelah ketua umumnya yang sekarang ketua wantim, dewan pertimbangan, menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia, berpasangan dengan Presiden Joko Widodo,” ucapnya.

This is politic, ya, tidak ada makan siang gratis, no free luch, dan teman dan lawan itu relatif dalam politik,” ujar Refly Harun.

Baca Juga: Dinilai Over Acting, Tifatul Sembiring: Mas Bima, Apa Semua Pasien di Bogor Diperlakukan Seolah HRS?

Beralih pada tuntutan penangkapan Anies Baswedan, Refly Harun mengatakan bahwa aksi menyuarakan tuntutan lewat demonstrasi tersebut harus didasari bukti yang kuat.

“Jadi saya setuju saja kalau memang ada bukti yang kuat, ya semua harus diproses kalau memang ada tindak pidana korupsi yang dilakuan Anies Baswedan, sama seperti yang dilakukan oleh Edhy Prabowo atau siapa saja pejabatnya,” tutur Refly Harun.

Di sisi lain, Pakar Hukum Tata Negara itu juga mengingatkan agar para mahasiswa ini tidak mengambil langkah sebelum ada bukti permulaan yang kuat.

Baca Juga: Tanggapi Pembantaian di Sigi, DPR Desak Perpres Pelibatan TNI untuk Berantas Terorisme Dirampungkan

“Jangan sampai pejabat bekerja secara baik-baik, secara benar tapi sikap dasar kita tidak suka, maka kemudian cenderung kita membuat sebuah statement yang justru bisa dianggap sebagai menghina, memfitnah ya,” jelasnya.

Di akhir keterangan, Refly Harun mengingatkan kembali pada kasus yang menimpa presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

“Bulog Gate dan Brunei Gate ini yang dipermasalahkan pada waktu itu oleh politisi-politisi senayan untuk menjatuhkan Gus Dur. Akhirnya memang jatuh betul walaupun setelah itu kita tidak melihat lagi ada proses hukum berikutnya setelah penjatuhan tersebut,” ujarnya.

Baca Juga: Akui Miliki Kelemahan Komunikasi dan Terkesan Menutupi Kondisi Pasien, RS UMMI Ucap Permohonan Maaf

Ia menerangkan, jangan sampai kejadian tersebut juga terulang pada Anies Baswedan, di mana ada pihak yang ingin menjatuhkan Gubernur DKI Jakarta tersebut, berkaitan dengan politik 2024.

“Targetnya adalah bagaimana gubernur ini bisa dijatuhkan di tengah jalan agar tidak menjadi kuda hitam tahun 2024, karena itu harus dipotong kakinya sekarang,” ujar Refly Harun.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Tags

Terkini

Terpopuler